BERITA JAKARTA – Beberapa kali maju sebagai Calon Presiden (Capres) maupun sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) sedikit banyak mempengaruhi perasaan yang begitu mendalam dari sebuah perjalanan karir politik, Prabowo Subianto (PS) setelah berkali kali dia mencoba peruntungan menuju RI-1 maupun RI-2 namun gagal.
“Ada trauma atau kejenuhan dan batas akhir tingkat kepercayaan yang dimiliki oleh setiap orang ketika perjalanan karir politik seolah mentok itulah yang dirasakan oleh PS didalam menapaki tangga karir politik setelah dipecat dari dinas kemiliterannya. Hal itu, lumrah terjadi pada manusia yang normal, ini soal faktor x keputusan sang ilahi,” kata pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen kepada Matafakta.com, Senin (4/1/2021).
Dikatakan Silaen, bukan PS tidak berusaha namun kenyataannya memang belum berhasil, itulah sebuah pelajaran berharga yang dirasakan oleh setiap orang ketika perjalanan menuju puncak karirnya mentok, bicara daya tahan tubuh manusia ada batasnya. Bila tak kuat bisa stress ringan atau stroke ringan dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tawaran Menteri yang menghampiri PS sebagai obat sekaligus kompromi politik diberikan Presiden Jokowi kepada PS sedikit banyak dapat mengobati rasa kepedihan akibat kekalahan yang berulang kali dia rasakan. Jadi setiap keputusan pasti ada konsekuensinya, termasuk keputusan PS menerima ajakan Jokowi menjadi pembantunya,” ungkap Silaen.
Menurut Silaen, setiap orang bisa berpangkat jenderal tapi tidak semua jenderal bisa jadi panglima, kecuali sebuah garis tangan seseorang, mungkin itu jugalah pertimbangan terakhir PS dan nasehat keluarga serta rekan sejawatnya, kenapa dia mau jadi Menteri. Prabowo tahu akibatnya ketika dia menerima jadi Menteri, dihujat dan dilecehkan oleh pendukungnya yang selama ini mendukung PS.
“Pertarungan politik antara strategi dan takdir illahi itu lumrah, semua orang bisa sama-sama berjuang, tapi tidak lantas semua orang jadi pemenang secara bersamaan, dalam kompetisi ada kalah dan menang. Sejauh ini pamor PS berada dititik terendah dimata para pendukung fanatiknya. Yang jelas sekarang pendukung Jokowi lah yang berubah menjadi pendukung PS ada sekitar 10-20 persen,” tebak Silaen.
Selebihnya, sambung Silaen, pendukung Jokowi masih wait and see tentu banyak faktor yang mempengaruhi kenapa wait and see, karena menunggu keputusan partai politik yang jadi pengusung Jokowi maju sebagai Capres. Ini bagian dari loyalitas ke Partai.
Silaen melihat pertarungan politik kontestasi 2024 akan terjadi head to head antara Capres militer dan pengusaha atau keduanya nge-blended (perpaduan), militer non militer sebenarnya tidak terlalu masalah. Selanjutnya bicara kekuatan kapital yang akan menjadi faktor penentu, siapa yang akan maju atau didukung oleh Partai politik.
Pertanyaan public, tambah Silaen, sederhana apakah Ketum Gerindra PS akan kembali maju atau tidak? Persoalan ini akan dijawab oleh PS the last minute, tentu akan banyak yang jadi pertimbangannya ketika dia akan kembali maju sebagai Capres.
“PS kalau maju lagi berpikir keras agar tidak kembali kalah, kalau sampai kalah lagi, ini namanya gol bunuh diri sekaligus mimpi buruk yang panjang buat Menhan, perlu diketahui bahwa ‘musuh’ terbesar PS sekarang adalah pendukungnya sendiri yang merasa kecewa berat atas sikap politiknya setelah masuk kedalam kabinet rivalnya,” pungkas Silaen. (Indra)