BERITA JAKARTA – Dalam politik itu hanya dua gendangnya, kalau bukan kawan ya jadi lawan, sekarang tergantung kekuatan politik yang dimiliki untuk di ‘adu’ jika masih lemah jangan coba-coba untuk melakukan tarung, pasti keok. Usaha sih boleh-boleh saja. Hal tersebut, dikatakan pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen.
Menurutnya, politik tanah air kekinian meski masih malu-malu, namun perlahan mulai tergambar dengan jelas petanya. Bagaimana sikap politik kelompok tertentu, ingin mengganti rezim yang sekarang berkuasa. Ada kekuatan politik yang masih senyap dan mengendap-endap menunggu momen pertarungan politik tiba. Itu tergantung keadaan alias situasional, jadi peta politik itu sangat dinamis dan cair.
“Kendati sudah dan sedang dicoba cek ombak, untuk melihat perubahan yang selalu berubah oleh karena tarikan politik akan selalu terjadi menuju 2024. Sebab, kekuasaan itu silih berganti seiring dengan perkembangan politik yang dinamis. Pemain lama dianggap sebagai penikmat yang harus disingkirkan, karena memiliki watak yang sudah masuk zona nyaman,” kata Silaen kepada Matafakta.com, Selasa (3/11/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Silaen, pergantian kepemimpinan selalu diikuti oleh pemain baru yang sedang ngintip peluang ingin berkuasa. Jika pemain lama tak sensitif terhadap keadaan pasti akan jadi korban, karena pergantian kekuasaan politik sebenarnya hal yang biasa saja. Jika hari ini dalam posisi nyaman tak mengamankan orang-orangnya sebagai kaki-kaki penopang (yuniornya) maka dipertarungan berikutnya akan tumbang.
“Adagium politik itu kejam bung, jargon khas dunia politik, keliatan dipermukaan adem-adem namun dikedalaman penuh gejolak dan mencekam. Pertarungan antar kekuatan politik sedang ber’senggama‘ dengan berbagai kekuatan politik yang ada. Tujuannya untuk meracik formula dalam rangka mengamankan dan men’caplok’ kekuasaan,” jelas alumni Lemhanas Pemuda I 2009 ini.
Pertarungan kepentingan politik oligarki sangat kental dengan sistem bagi-bagi kue kekuasaan, bagi yang belum dapat bagian akan selalu mencari- cari cara untuk mendapatkannya. Istilah ala barat with us against us. Bagi senior yang paham potensi yuniornya jika dilibatkan atau diajak berkolaborasi dan bersinergi akan makin menguatkan daya tawar.
“Tak perlu mengurai dengan detail tapi bagi pemilik twitter#sipahitlidah ini punya penerawangan tersendiri dalam melihat pergulatan dan peta pencak silat politik menuju hajatan 2024 begitu seru. Dalam beberapa tahun kedepan akan masuk dalam pengumpulan pundi-pundi, meski sudah mulai saat ini,” paparnya.
Kini sebagian besar berupaya untuk mengembalikan dulu ongkos atau biaya-biaya politik yang dikeluarkan oleh masing-masing operator (yang biasa disebut cukong oleh elite politik: Mahfud MD), ini tak lepas dari mahalnya ongkos politik yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dalam memenangkan kontestasi politik baik pileg dan pilpres.
Ini persoalan yang tak mudah diurai, seperti benang kusut dan juga seperti sebuah lingkaran setan, selama dunia fana ini ada demikian adanya. Kekuasaan itu nikmat dan memberikan daya tarik tersendiri bagi umat manusia. Ini tidak untuk dipersalahkan tapi bahan renungan para penguasa yang sedang berkuasa.
“Kekuasaan direbut untuk apa dan siapa? Apa hanya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kelompok saja! Inilah yang harus dirumuskan sebagai tujuan yang jelas bagaimana kekuasaan politik itu bermuara pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia tanpa diskriminatif. Tak perlu diksi politik yang minor,” pungkasnya. (Indra)