BERITA JAKARTA – Sidang lanjutan kasus Bank Of India Indonesia (BOII) yang berubah nama menjadi bank Swadesi yang menyeret mantan Direktur BOII, Ningsih Suciati yang duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat.
Duduknya, Ningsih dikursi pesakitan menyusul adanya perlawanan dari debitur Rita pemilik PT. Ratu Kharisma (RK) terkait lelang kilat Villa Kozy di Seminyak Bali miliknya yang dilakukan pihak BOII yang telah merugikan dirinya selaku debitur baik melalui jalur hukum perdata maupun pidana.
Sebelumnya, berbagai upaya debitur tidak diindahkan kreditur selaku pemberi pinjaman kredit. Pemberitahuan lelang kelima, hanya berselang dua hari pada 12 Februari 2011. Kreditur merasa debitur sudah mau bangkrut. Oleh karenanya, harus cepat-cepat dituntaskan pelelangan agunan kredit Rp10,5 miliar tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semua punya andil, setiap yang ada fungsinya, termasuk Direksi dan Komite Kredit. Saya keberatan kalau hanya saya dihadapkan pada proses hukum,” ungkap terdakwa Ningsih Suciati dimuka persidangan dalam pemeriksaan terdakwa, Senin (5/10/2020).
Selain itu, terdakwa berkeberatan kalau disebutkan hanya dirinya dengan Wakilnya, Anil Balla yang berperan hingga lelang Villa Kozy, bisa berlangsung super cepat hingga 5 kali, dikarenakan pihak debitur mengirim surat 3 kali untuk mohon restrukturisasi, karena dianggap debitur mau bangkrut.
“Kredit cair 2 kali Rp6,5 miliar dan tanggal 18 Maret dengan jaminan Villa Kozy dan Rp4 miliar pada Maret – Juni 2008 dengan jaminan yang sama atas persetujuan Komite Kredit dan Prakash. Semua dewan Direksi dan Komisaris,” jelas Ningsih menjawab pertanyaan Majelis Hakim.
Terdakwa juga mengkui, bahwa perpanjangan kredit tahun 2009-2010 dengan jaminan yang sama. Namun permohonan restrukturisasi dan bisa jual sendiri ditolak oleh pihak BOII. Setelah itu, sesuai kesepakatan dengan Komite Kredit dan Komisaris kemudian dilakukan lelang dengan nilai apraisal awal Rp15,8 miliar.
Selanjutnya, kata Ningsih, pelelangan 1-4 tidak pernah terjadi, tidak ada peminat ditambah ada perlawanan dari debitur dengan 7 gugatan. Namun, lelang tetap dilakukan dengan harga Rp6,3 miliar Jauh dibawah nilai apraisal yaitu Rp15,8 miliar.
Dikatakan Ningsih, BOII menurunkan nilai agunan tanpa sepengetahuan debitur yang dimenangkan Sugiarto Raharjo. Meski demikian, hutang debitur belum dianggap lunas. Komite Kredit dan Komisaris meminta hutang itu tidak dianggap lunas dan harus ditagih terus kepada debitur Rita.
Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) nempertanyakan pemberitahuan lelang terakhir dari kreditur dan KPLKLN hanya dua hari sebelum tanggal lelang. Terdakwa Ningsih menjawab semua putusan bersama dan harus tanda tangan baik dari Komite Kredit, Komisaris maupun Direksi.
Demikian juga penurunan nilai agunan hingga Rp6,3 miliar, karena adanya kesepakatan bersama Wakil Dirut, Anil Balla. Peraturan BI, menurut terdakwa juga mengijinkan tanda tangan hanya berdua. Terdakwa juga mengakui seluruh Komisaris datang survey ke Villa Kozy di Seminyak Bali.
Namun, ketika ditanya JPU, apakah terdakwa selaku Dirut juga ke Bali?, Ningsing mengaku dirinya tidak ikut ke Bali. “Saya sudah diwakili oleh teman teman,” katanya.
JPU juga mempertanyakan kenapa BOII menyetujui dan mencairkan kredit atas apraisal yang ditujukan ke Bank Bumiputra dan bukan ke Bank Swadesi (BOII) dijawab terdakwa, semua surat peringatan ke PT. RK milik Rita, tidak ditanggapi. (Dewi)