BERITA BANGKA BELITUNG – Tim pengacara keluarga terus kawal, M. Alfindo Santri Kelas 1 SMP Pesantren Islamic Center Bahrun Ulum Sungailiat Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan dua orang kakak kelasnya, Zendi dan Sigit yang duduk dibangku Kelas 1 SMA pada, Selasa 18 Februari 2020 lalu.
Kepada Matafakta.com, ibunda korban, Yoan Olsita mengungkapkan, aksi kekerasan yang menimpa anaknya berjalan cukup lama sejak bulan Februari hingga sekarang September 2020, belum mendapatkan keadilan atau kejelasan dari penegak hukum khususnya Polres Bangka sejak dilaporkan pada Kamis 20 Februari 2020 dua hari setelah kejadian.
“Lumayan lama juga prosesnya sampai sekarang terhitung sudah delapan bulan. Makanya, saya bersama kuasa hukum pak Rizal dan rekan, tidak akan menyerah untuk terus mengawal proses hukum ini. Psikis anak saya terganggu hingga harus perawatan kejiwaan lanjutan,” kata Yoan, Rabu (23/9/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai seorang Ibu, sambung Yoan, tentunya tidak akan bisa menerima perlakuan kekerasan yang dilakukan kedua siswa lain terhadap anaknya, M. Alfindo yang sempat dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Medika Sungailiat Bangka, karena sempat mengalami kejang-kejang setelah menerima aksi kekerasan sampai tidak sadarkan diri.
“Memang korban dan pelaku sama-sama masih kategori anak dibawah umur, tapi apa yang telah dilakukan kedua siswa itu, sudah bukan lagi aksi biasa sesusia mereka, tapi sudah sangat membahayakan nyawa orang lain,” ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Yoan, dirinya menginginkan proses hukum yang jelas, karena kejadiannya ada, korban ada, namun tidak ada yang dapat diproses secara hukum, meskipun kedua pelaku, masih tergolong anak dibawah umur, tapi apa yang telah dilakukannya, tentu tidak dapat diterima oleh orang tua manapun.
“Kalau masalah usia, tentunya proses hukum sudah mengatur tentang itu, bagaimana proses seusia mereka. Intinya, saya sebagai seorang ibu ingin mendapatkan keadilan atas apa yang menimpa anaknya. Agak aneh rasa keadilan, kalau kita sudah menerima akibatnya, sementara pelakunya tidak menerima akibat perbuatannya,” jelas Yoan.
Ditambahkan Yoan, gangguan psikis atau kejiwaan yang dialami anaknya, M. Alfindo adalah buah tekanan yang luar biasa yang diterimanya. Dia pun berpikir, jangan-jangan selama ini anaknya di sekolah selalu menerima tekanan dari kedua kakak kelasnya yang kini sudah menjadi terlapor sebagai pelaku pengeniayaan anaknya.
“Saya jadi terpikir, jangan-jangan selama ini anaknya selalu menerima tekanan dari kedua kakak kelasnya itu. Sebab, kalau hanya sekali massa psikisnya sampai terganggu. Kedatangan saya dengan kuasa hukum kemarin untuk melengkapi P21 ke Kejaksaan. Ya, semoga kejadian ini, tidak menimpa teman-temannya yang lain,” pungkas Yoan. (Edo)