BERITA BEKASI – Proses pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022, terkesan alot dan berlarut-larut. Padahal, kekosongan jabatan Wakil Bupati Bekasi telah lama sejak 12 Juni 2019 lalu.
Untuk diketahui, Wakil Bupati Bekasi dilantik menjadi Bupati Bekasi pasca Neneng Hasanah Yasin (NHY) ditetapkan sebagai terpidana kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Proses pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang sudah dilaksanakan 18 Maret 2020 dengan hasil terpilihnya, H. Akhmad Marjuki dengan perolehan suara menang mutlak 40 suara, tak kunjung juga dilantik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sangat berbeda dengan proses pengisian Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, dimana Paripurna pemilihan Wagub DKI dilaksanakan pada 6 April 2020, namun lebih dulu dilantik di Istana Negara pada 15 April 2020 yang lalu.
Selain itu, buntut Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Bekasi juga berujung kepada Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya (PMJ), terkait dugaan pemalsuan surat yang dilaporkan, Tuti Nurcholifah Yasin melalui Kuasa Hukumnya, Naupal Al Rasyid.
Laporan bernomor: LP/1980/III/YAN.2.5/2020/SKPT PMJ, dilaporkan Pelapor ke Poda Metro Jaya pada tanggal 24 Maret 2020 lalu.
Kepada Matafakta.com, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Aria Dwi Nugraha, membenarkan adanya pemanggilan klarifikasi dari Polda kepada DPRD.
“Bukan saya aja yang dipanggil. Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja juga dipanggil kata penyidik. Kalo saya datang pada, Selasa 9 Juni 2020. Sementara, Bupati Eka, Rabu 10 Juni 2020 dan beliau sendiri membenarkan, jika dirinya juga dipanggil Polda,” kata Aria, Kamis (11/6/2020).
Dijelaskan Aria, jika kehadirannya ke Polda Metro Jaya guna memenuhi panggilan klarifikasi dari penyidik tentang dugaan sebagaimana dimaksud diatas.
“Awalnya penyidik bertanya seputar data diri, kemudian mulai nanya-nanya ke hal yang lain, tapi ini sekedar klarifikasi. Itu kata penyidik lho, bukan kata saya,” jelasnya.
Diungkapkan Ari, jika dalam klarifikasi itu dia menyatakan bahwa dia menghargai Polri adalah Institusi Penegak Hukum yang dilindungi UU dan bekerja juga berdasarkan UU sama halnya dengan kami Lembaga DPRD.
“Saya datang memenuhi panggilan, karena saya warga negara yang taat hukum. Namun tentunya hak hukum saya sebagai pimpinan lembaga? saya juga minta itu diperhatikan,” ujarnya.
Jangan sampai sambung Ari, malah muncul stigma, kami sebagai lembaga perwakilan rakyat seolah-olah dalam bekerja mewakili amanah rakyat, selalu salah dan menjadi kambing hitam.
“Tapi prinsipnya, sebagai pemimpin lembaga, dirinya akan siap bertanggung jawab atas setiap kebijakan dan produk lembaga-nya, salah satu diantaranya tentang proses Pilwabup di Kabupaten Bekasi,” tegas Aria.
Saya siap lanjut Ari, bertanggungjawab atas semua hasil kebijakan yang dikeluarkan DPRD secara konstitusi. Namun, hal tersebut malah dianggap melanggar koridor hukum.
“Tapi, jangan juga pihak-pihak yang berkepentingan kemudian menafsirkan sendiri-sendiri peristiwa politik dengan tafsiran hukum yang subyektif,” ingatnya.
Dan jangan juga kata Aria, menafsirkan kaidah-kaidah hukum dengan tafsiran politik subjektif. Sebab, kita harus taat ke komitmen yaitu semua harus sesuai dengan aturan perundang-undangan.
“Dalam pemanggilan itu, saya mendapat informasi kalau laporan pemalsuan terkait dengan ceklist dokumen persyaratan Pilwabup,” imbuhnya.
Akan tetapi, tambah Aria, ketika dirinya meminta ke penyidik untuk menunjukkan dokumen yang dianggap palsu, penyidik enggan menunjukkan dokumen dimaksud.
“Sebab saya yakin tidak ada aturan hukum yang kami langgar, karena setiap dokumen Pilwabup Bekasi yang keluar dari Lembaga DPRD, pasti ada tandatangan saya selaku Ketua DPRD dan stempel DPRD atau sekarang-kurangnya minimal ada tandatangan Ketua Panlih,” pungkasnya. (Mul/Hasrul)
BeritaEkspres Group