BERITA JAKARTA – Sejumlah purna Jaksa yang tergabung dalam Kantor Hukum Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA), ternyata menjadi Penasehat Hukum Yuli Bintoro terdakwa dalam kasus dugaan korupsi ore nikel yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
Para mantan Jaksa yang kini menjadi Advokat diantaranya, Agus Jaya, SH, Sucipto, SH, Mhum, Datas Ginting, SH, Monang Pardede, SH, Mhum dan Ade Laurin, SH.
Terungkapnya terdakwa Yuli Bintoro didampingi Kuasa Hukum dari Legal Office KBPA, tatkala Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri membacakan surat kuasa khusus dari Yuli Bintoro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terdakwa satu di persidangan didampingi oleh Penasehat Hukumnya, Agus Jaya, SH, Sucipto, SH, Mhum, Datas Ginting, SH, Monang Pardede, SH, Mhum dan Ade Laurin, SH.
“Semuanya pada Kantor Hukum Keluarga Besar Purna Adhyaksa berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 4 Desember 2023 sebagaimana terlampir dalam berkas perkara ini,” kata Fahzal Hendri.
Sedangkan Penasehat Hukum terdakwa dua Hendi Yulianto yakni, Ari Nobelta Kaban, SH, SE, MSc dan terdakwa tiga, Erick Viktor Tambunan didampingi, Dr. Abdul Rahman, SH, MH.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan, Kuasa Hukum Yuli Bintoro dalam eksepsinya mengatakan, kliennya tidak tahu menahu mengenai PT. Lawu Agung Mining (LAM) memiliki izin apa.
Selain itu, kata Hakim Fahzal, juga tidak kenal dengan Glen Ari Sutanto, Opan dan Windu dengan tiga perusahaan PT. KKP, PT. TMN dan PT. Lawu Agung Mining terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB).
Soal keterkaitan, sambung Fahzal, terdakwa satu Yuli Bintoro dipersoalkan dalam Tim Kuasa Hukum merupakan materi pokok perkara, sejauh mana keterkaitan terdakwa satu dengan orang-orang tersebut dan masih memerlukan pemeriksaan persidangan lebih lanjut untuk mengetahuinya.
“Oleh karena itu, eksepsi Tim Penasehat Hukum dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap Fahzal, Rabu (3/1/2024).
Soal penerbitan RKAB adalah keputusan dari pejabat tata usaha negara yang sudah menjadi tugas dan kewenangan dari Kementerian ESDM sebagaimana dalam UU Nomor: 3 tahun 2020, tentang perubahan UU Nomor 4 tahun 2009.
“Majelis tidak sependapat akibat dari penerbitan RKAB tidak sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku di Kementerian ESDM. Dan indikasinya menyebabkan kerugian keuangan negara PT. Antam Tbk yang merupakan BUMN,”
Majelis Hakim berpendapat dalam pratik persidangan karena ada indikasi penyimpangan penerbitan RKAB dan berakibat kerugian keuangan negara, maka perkaranya diselesaikan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Majelis menilai perkara Tipikor dikualifikasikan sebagai extraordinary crime, sehingga penanganannya pun harus dilakukan secara serius,” pungkas Hakim Fahzal. (Sofyan)