BERITA JAKARTA – Kuasa Hukum PT. Bumigas Energi (BGE), Khersna Guntarto memfokuskan persoalan penerbitan surat Nomor: B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tanggal 19 September 2017.
Surat itu, perihal tanggapan terhadap permohonan bantuan klarifikasi HSBC di Hongkong tahun 2005 untuk digunakan oleh Deputi Pencegahan KPK pada persidangan Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) 1.
“Karena isi surat KPK bahwa sumber informasi dari PT. HSBC Indonesia yang menyatakan Bumigas tidak punya rekening tahun 2005,” kata Khersna usai persidangan sengketa informasi di Kantor Informasi Publik Pusat Wisma BSG Gedung Amex Lt 1 Jalan Abdul Muis No. 40 Jakarta Pusat, Selasa (30/5/23).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah kami, sambung Khersna, menkonfirmasi ke PT. HSBC Indonesia, jawaban PT. HSBC Indonesia bahwa secara lisan mengatakan dia tidak pernah ditanyakan oleh institusi KPK.
“Kemudian PT. HSBC menyatakan, Bumigas bukan nasabah karena memang kepentingan kami di HSBC Hongkong 2005, bukannya nanyanya ke PT. HSBC Indonesia. Tapi entah kenapa suratnya mengatakan, PT. HSBC Indonesia,” jelas Khersna.
Dikatakan Kreshna, lawyer PT. BGE di Hongkong sudah melakukan penelusuran terkait rekening pada tahun 2005 sudah tidak bisa dilakukan, karena sudah di luar periode penyimpanan.
“Oleh karena itu, jika faktanya tidak bisa ditelusuri karena periode penyimpanan, seharusnya surat Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan seperti itu juga. Jangan berbda,” kata Khersna.
“Jangan bilang kami tidak pernah membuka rekening yang akhirnya digunakan PT. Geo Dipa Energi untuk mengalahkan kami di sidang Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI,” tambah Khersna.
Kreshna pun mempertanyakan ada kepentingan apa KPK ikut-ikutan di perkara Perdata memberikan keterangan yang keliru, sehingga merugikan kami pihak PT. BGE.
“Kami duga kuat ini adalah oknum yang harusnya bertanggungjawab apa yang dia buat,” sindir mantan jurnalis ini.
Selain itu, menurutnya ada pernyataan berbeda dari pihak KPK, PT. HSBC Indonesia dan HSBC Hongkong.
“Dari KPK berbeda begitu juga HSBC Indonesia juga berbeda. HSBC Hongkong mengatakan, sudah di luar periode penyimpanan karena sudah dibuktikan dengan adanya bukti transfer harusnya itu aja yang jadi acuan,” imbuh Khersna.
Tapi kenapa tiba-tiba PT. Geo Dipa pakai surat dari KPK yang keliru itu. Padahal PT. HSBC Indonesia tidak pernah memberikan informasi kepada Deputi Pencegahan KPK.
Dilanjutkan Khersna, dalam persidangan ada dua termohon yakni dari KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dari KPK kita cuma nanya soal asal usul dalam penerbitan surat KPK. Itu pun dijawab katanya rahasia.
“Padahal informasi yang disampaikan sesat seharusnya itu bukan rahasia. Kalau Kejagung kita hanya minta kebenaran saja apakah benar diminta bantuan untuk melakukan investigasi ke Hongkong,” tutur Khersna.
Kalau memang benar apa hasilnya sehingga membuat kesimpulan bahwa PT. BGE tidak pernah membuka rekening itu kan satu statemen yang merugikan pihak kami. Untuk itu, kami mempertanyakan dugaan korupsi di PT. Geo Dipa Energi.
“Kami mempertanyakan sebagai pelapor bahwa ini adanya dugaan korupsi yang dilakukan PT. Geo Dipa justru tapi tidak pernah dipanggil sebagai telapor dan tiba-tiba dengan adanya proses sidang kali ini seolah-olah ada penyidikan. Entah karena laporan kami atau penyelidikan seperti apa yang dimaksud,” tanya Khersna.
“Yang kami tahu tidak pernah ada penyelidikan terhadap kami PT. BGE apabila diduga melakukan kejahatan. Apakah PT. BGE pernah dipanggil pihak Kejaksaan? Tidak pernah dipanggil,” jelas Khersna.
Kejaksaan memberikan surat bahwa mereka meminta waktu untuk memberikan tanggapan atas permohonan informasi dari kami. Tapi dalam sidang tadi Kejaksaan mengatakan tengah melakukan uji konsekuensi bahkan katanya sebelum surat kami masuk jadi tidak spesifik.
“Jadi dua lembaga tadi baik KPK maupun Kejagung itu tidak pernah melakukan uji konsekuensi secara spesifik yang menyatakan bahwa permohonan yang kami ajukan masuk dalam informasi yang dikecualikan,” ungkapnya.
Nah adapun mereka punya data informasi yang dikecualikan berdasarkan uji konsekuensi yang secara umum, tapi tidak spesifik yang kami minta. Keadaan seperti ini komisioner KIP memerintahkan kedua lembaga tadi melakukan uji konsekuensi dalam proses sidang berikutnya harus sudah ada hasilnya.
Bagaimana dengan soal uji konsekuensi Kejagung yang dilakukan sebelum surat KPK dari PT. BGE masuk?. Kejagung hanya mengeneralisir mengenai hal-hal yang tidak bisa dibuka ke publik dengan menyatakan informasi yang kami minta berhubungan dengan tindak pidana korupsi.
“Orang melihatnya PT. BGE melakukan korupsi padahal PT. BGE lah yang membiayai proyek panas bumi secara mandiri bertindak sebagai investor, kontraktor dan pengelola. Tak ada APBN maupun APBD. Justru kami yang dikhianati dengan surat KPK ini dengan dikalahkan di sidang BANI,” pungkasnya. (Sofyan)