BERITA JAKARTA – Bergabungnya Sandiaga Salahuddin Uno ke Partai berlambang Ka’bah menyisakan sejumlah pertanyaan yang mungkin tidak akan mendapatkan semua jawabannya dari ulasan media, karena manusia akan selalu menyembunyikan sesuatu yang sensitif jauh dilubuk hatinya.
Melihat sejarah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan salah satu partai politik di Indonesia yang di dirikan pada 5 Januari 1973 hasil fusi atau gabungan dari 4 partai berbasis Islam yakni Partai Nahdhatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Perti.
“Pertanyaan muncul di publik apa yang hendak dikejar oleh pengusaha sukses itu, sampai hengkang ke PPP?,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen kepada Matafakta.com, Kamis (27/4/2023) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apakah partai politik yang telah membesarkan namanya dan juga menambah jumlah kejayaannya merasa masih kurang cukup? Sebenarnya itu hak politik pribadi orang sih mau pindah- pindah partai dan itu tidak dapat dibatasi juga,” sambung mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Perjuangan dan kiprah PPP tentu sudah banyak makan asam garam dalam meniti karier politiknya. Baik ditingkat daerah dan nasional. Hanya saja di era multi-partai saat ini PPP mengalami kemerosotan terkait perolehan kursi Legislatif khususnya DPR RI tahun 2019 menempati urutan ke-9 dengan jumlah 19 kursi.
“Apakah dengan masuknya Sandi ke PPP dapat memberikan ‘keuntungan’ dengan jumlah perolehan kursinya?,” tanya Alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
Sandi sebagai pendatang baru nantinya akan didaulat jadi nahkoda di PPP, tentu sudah memikirkan dampaknya terhadap karier politiknya. Sebab PPP perlu darah segar untuk menaikkan kembali elektabilitas perolehan kursi Legislatif agar tetap eksis sebagai partai politik, minimal lolos Parlemen Threshold (PT).
“Ini merupakan ujian terberat buat Sandi bila dipercaya sebagai nahkoda baru rumah PPP. Sebab Pemilu serentak 2024 sudah didepan mata. Tentu PPP perlu diselamatkan agar tidak ‘menguap’ ditelan zaman,” terang Silaen.
PPP sudah banyak mengalami goncangan hebat akibat Ketua Umum-nya beberapa kali terpaksa ‘sekolah’ khusus, itu pula yang menurunkan citra dan daya pikat-nya dimata pendukungnya, lalu pindah ke partai politik yang punya ‘nafas’ yang hampir sama misalnya PKS.
“Jadi apakah Sandi dapat mendongkrak elektabilitas perolehan kursi PPP ketika sudah dia pimpin?. Kalau hanya sekedar jadi kader atau pengurus tok maka tawaran untuk pindah ke PPP tentu saja tidak begitu menarik buat Sandi,” imbuhnya.
Hengkangnya Sandi ke PPP sudah barang tentu dapat ‘karpet merah’ yakni kesempatan untuk memimpin PPP kedepannya,” tambah Silaen.
Pedagang model Sandi mana mau ‘rugi’ bila tidak memberi ‘keuntungan’ mana mungkin gabung PPP yang hampir pasti bahwa siapapun yang menang butuh dukungan politik PPP. Minimal 1 jatah kursi kabinet diberikan ke PPP dan itu diambil oleh Ketua Umum.
Menparekraf kabinet Jokowi itu sudah memikirkan matang-matang dampak untung- ruginya soal kepindahannya itu, jika tidak memberikan keuntungan dan peluang jangka panjang mana mungkin sandi tertarik untuk pindah partai.
“Untuk mengetahui lebih jauh maka kita tunggu bersama apa sepak terjangnya bila sudah dirumah PPP,” pungkas Ketua Umum Generasi Muda Republik Indonesia (GEMA- RI) itu. (Indra)