BERITA JAKARTA – Citra lembaga Kejaksaan RI dibawah kepemimpinan Jaksa Agung ST. Baharuddin kembali diuji oleh ulah para oknum Jaksa itu sendiri.
Tengok saja aksi seremonial berjubah “sosial” Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022.
Sebanyak 10.28 batang pohon bakau telah tertanam di Hutan Mangrove Blok Elang Laut, Penjaringan, Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, dibalik kegiatan itu, ada dugaan pelanggaran Kode Etik Jaksa yang dilakukan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI, Reda Mathovani.
Pasalnya, ribuan pohon bakau konon diduga berasal dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta.
Publik perlu mengetahui bahwa penyidik Kejati DKI saat ini telah melakukan pendalaman kasus pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tahun 2018.
Hasil dari pendalaman itu, penyidik Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta, telah menahan 4 orang tersangka, terkait pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung tersebut.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik Jaksa
Memperkuat dugaan indikasi code of conduct atau disebut Kode Etik atau Etika aturan tertulis yang terdiri atas norma, prinsip, nilai dan kebiasaan sebagai pedoman perilaku bagi setiap individu dalam sebuah organisasi.
Hadir dalam seremoni penanaman pohon mangrove, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati berserta jajaran.
Selain itu menurut sumber pihak Kejaksaan, kabarnya Suzi Marsitawati pun pernah diperiksa oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati DKI sebagai saksi dalam dugaan rasuah dimaksud.
Pandangan Guru Besar Hukum Pidana UII Yogyakarta, Prof Mudzakkir mengatakan, perbuatan Kajati DKI Jakarta, termasuk pelanggaran Etika Jaksa serta sarat muatan konflik of interest.
“Ini merupakan bentuk nyata pelanggaran Kode Etik Jaksa. Semestinya pihak Kejati DKI tahu diri dan tidak melaksanakan acara tersebut karena akan mengganggu independensi Kejaksaan,” ujarnya, Minggu (6/11/2022).
Sebab kata Prof. Mudzakkir, jika seorang penyidik Kejaksaan dalam melakukan rangkaian penyidikan dan telah “terkontaminasi”, tentu akan sulit berlaku mandiri. “Nanti akan ada perasaan ewuh pakewuh,” sindirnya.
Dalam pedoman perilaku Jaksa, seorang Jaksa dalam menjalankan tugas profesinya, menjaga kehormatan dan martabat profesinya, maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan.
“Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI sudah menghukum dan memecat dengan tidak hormat anggotanya, karena pelanggaran Kode Etik,” pungkas Mudzakkir. (Sofyan)