BERITA JAKARTA – Salah satu konten yang berjudul ‘Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat’ ditampilkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan ujaran kebencian dengan terdakwa Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2022).
Dalam video itu, ada pernyataan Edy menyebut ‘tempat jin buang anak’. Pernyataan dalam video itu dinilai membuat keonaran dikalangan masyarakat.
Saksi Silvianus Tri selaku Ketua Perkumpulan Pemuda Dayak Indonesia (Perdayak Indinesia) yang dihadirkan Tim JPU mengatakan, dampak ucapan tedakwa Edy Mulyadi sudah membuat keresahan dikalangan masyarakat Kalimantan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ucapan terdakwa sangat melukai hati kami sebagai warga Kalimantan,” ucap saksi Silvianus Tri dihadapan Majelis Hakim.
Dikatakannya, Silvianus, dampak ucapan tersebut membuat organisasi masyarakat melakukan demonstrasi disejumlah wilayah salah satunya di Jembatan Mahakam.
“Dalam aksi itu kami melakukan ritual potong babi sebagai wujud kemarahan kami kepada terdakwa. Darah babi kami minum dan tubuh babi kami di buang ke Sungai,” ungkapnya.
Seluruh warga Kalimantan asli, kata Silvianus, maupun penduduk trasmigrasi menginginkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tetap dilanjutkan.
“Bahkan kami menghendaki ada IKN disana dan tidak ada yang menolak,” ungkap Silvianus terkait rencana pemindahan Ibu Kota tersebut.
Dia lantas menuntut Edy Mulyadi meminta maaf sesuai dengan hukum adat Kalimantan dan tidak mau melihat hanya sekedar permohonan minta maaf.
“Bukan permohonan minta maaf. Kami nggak menganggap itu permohonan maaf, kami ada adat istiadat yang kami junjung tinggi, permohonan maaf tidak seperti itu,” ulasnya.
Silvianus juga mengungkapkan, warga Kalimantan masih geram atas pernyataan Edy Mulyadi meskipun dia mengaku sudah berupaya menenangkan warga.
“Sampai hari ini belum tenang (warga Kalimantan),” pungkas Sivianus dalam kesaksiannya pada sidang lanjutan terdakwa Edy Mulyadi terkait perkataan “tempat jin buang anak” tersebut.
Pada perkara ini, Edy didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks yang dinilai bisa memantik keonaran ditengah masyarakat, sehingga JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No. 1 Tahun 1946, tentang Peraturan Hukum Pidana.
Untuk subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No. 1 Tahun 1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016, tentang Perubahan atas UU RI No. 11 tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP. (Sofyan)