BERITA JAKARTA – Ada video yang beredar luas ketika aparat kepolisian tengah mengantar surat panggilan ke tempat Rizieq Shihab yang dipertontonkan Laskar Fron Pembela Islam (FPI) yang berusaha menghalangi polisi mengantarkan surat panggilan.
“Ada apa gerangan, hingga kepolisian dihadang oleh warga sipil yang berseragam putih Ormas FPI yang harusnya tidak boleh terjadi di wilayah Republik Indonesia ini,” tegas pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen kepada Matafakta.com, Senin (30/11/2020).
Silaen menyinggung, sudah begitu ‘akutkah’ sikap permusuhan yang ditunjukan Laskar FPI kepada aparat penegak hukum, sehingga polisi harus bernegosiasi dengan FPI, hanya untuk sekedar mengantarkan surat panggilan polisi kepada pentolan Ormas FPI, Rizieq Shihab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sikap FPI ini, jika dibiarkan aparatur negara, TNI-Polri, tanpa adanya tindakan yang terukur sama artinya sedang menyerahkan masa depan bangsa ini kearah disharmoni, mau jadi apa masa depan negeri ini,” kata Silaen.
“Apa kelebihan dan kewenangan Laskar FPI itu hingga melakukan penghalangan kepada aparat penegak hukum di negeri ini?,” sambung pengamat politik ini.
Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan apalagi ditolerir, kapanpun dan dimanapun harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Berbahaya! sekali jika dibiarkan maka akan ‘ngelunjak‘ untuk jangka panjang.
“Ini tanpa disadari merupakan sebuah pembangkangan warga negara terhadap institusi negara yang sedang menjalankan tugasnya,” jelas Silaen.
Dikatakan Silaen, wajah negeri berubah drastis diera demokrasi ini, ditambah lagi kecanggihan teknologi informasi yang luar biasa cepat, sehingga siapa saja bisa jadi citizen journalist untuk mengabarkan dan menyebarkan informasi secepat mungkin lewat berbagai platform sosial media.
“Cara-cara yang dilakukan FPI itu dengan menghalangi aparat kepolisian menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran hukum dan harus ditindak agar tidak terjadi pembiaran yang akan ditiru oleh masyarakat lainnya,” katanya.
Alumni Lemhanas Pemuda tahun 2009 mengatakan, penghadangan model seperti ini akan makin marak terjadi diberbagai daerah, jika dibiarkan tanpa ada tindakan, apakah ini kegagalan pihak Polri.
“Polisi sebagai alat negara yang sedang menjalankan tugasnya tak boleh kalah dengan tindakan ‘premanisme’ yang terorganisir dengan label Ormas yang mirip dengan perilaku ‘teroris’ zaman now, ini perlu evaluasi menyeluruh karena Indonesia punya aturan dan payung hukum yang harus ditaati oleh semua warga negara tanpa terkecuali,” jelas Silaen.
Lebih jauh Silaen mengatakan, jangan karena FPI merasa banyak lalu seolah-olah tidak menghargai institusi negara yang sedang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum. Apapun alasannya,, tidak dibenarkan perbuatan FPI itu, karena mencoreng keadaban adat ketimuran dan kesantunan warga negara.
Silaen menambahkan, polisi tidak boleh ‘ciut nyali’ apalagi sampai ‘terintimidasi’ didalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, hukum tak boleh kendor meski harus ‘berkonfrontrasi’ sekalipun, dalam melakukan penegakan hukum yang berkeadilan. Sekali dibiarkan maka akan jadi preseden buruk yang akan ditiru yang lain. Itulah sebabnya hukum tidak boleh tebang pilih atau perlakuan diskriminatif.
“Penegakan hukum harus berjalan sebagaimana-mestinya tanpa kompromi, demi wibawa hukum harus dijaga dan ditegakkan, seperti pribahasa walaupun langit runtuh hukum harus dijunjung tinggi yang bersalah harus ditindak tegas dan yang benar harus dibela serta diapresiasi oleh negara,” pungkasnya. (Indra)