BERITA SEMARANG – Terjadinya lonjakan tagihan listrik yang akhir-akhir ini dialami pada sektor rumah tangga (residensial) bukan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menaikkan tarif listrik.
“Menaikkan atau menurunkan tarif listrik tidak mungkin dilakukan seenaknya oleh PLN sebagai BUMN tanpa melalui pembicaraan dan diputuskan DPR. Apalagi adanya dugaan telah dilakukan secara diam-diam oleh PLN, itu nonsense,” jelas perwakilan perusahaan penyedia panel surya terkemuka tanah air, PT. ATW Solar, Bambang Widjanarko kepada Matafakta.com, di Semarang, Senin (15/6/2020).
Dikatakan Bambang, sangat dimaklumi, jika akhir-akhir ini banyak ibu-ibu rumah tangga dibuat senewen dengan melonjaknya tagihan listrik dirumahnya, karena ada tagihan yang naik 50 persen, bahkan 100 persen di saat pendapatan para suami sedang menurun atau tidak ada sama sekali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Karena tanpa mereka sadari, lonjakan tagihan listrik adalah akibat meningkatnya kegiatan yang menggunakan daya listrik di rumah mereka selama adanya himbauan dari pemerintah bekerja dari rumah atau work from home, bahkan ada beberapa daerah yang secara tegas menerapkan PSBB,” kata Bambang.
Menurutnya, selama ini beban puncak listrik di sektor perumahan umumnya terjadi pada sore dan malam saat seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah. Berbeda dengan rumah tangga yang berfungsi sebagai kantor Usaha Micro Kecil Menengah (UMKM), bisnis online atau industri kecil rumahan.
“Sebenarnya, masyarakat tak perlu bingung dengan tagihan listrik PLN yang cenderung hampir tak pernah mengalami penurunan, namun sebaliknya hampir selalu naik dari waktu ke waktu, karena sudah ada energi baru terbarukan (renewable energy) sebagai alternatifnya atau yang biasa disebut Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap,” ungkap Bambang.
Apalagi untuk sektor perumahan yang umumnya berada di daerah perkotaan, konsumen hanya perlu mengganti meteran listrik dengan pengajuan meteran export/import atau debet/kredit kepada PLN setempat, dengan tetap menggunakan jaringan milik PLN secara paralel (on-grid system). Hal ini sudah diatur dalam peraturan menteri ESDM Nomer 49 tahun 2018. Jadi konsumen tidak perlu repot-repot dan mahal-mahal menggunakan baterai lagi.
Dijelaskan, meteran export/import pada sistem on-grid berfungsi untuk menyimpan atau menabung debit irridiasi puncak sinar matahari pada siang hari untuk kemudian digunakan pada kebutuhan puncak malam harinya, namun jika tabungan daya listrik tekor, inverter akan secara otomatis mengatur untuk langsung menggunakan daya listrik dari PLN.
“Untuk biaya pemasangan PLTS memang terlihat besar pada awalnya, namun jika dihitung dengan perbandingan tarif listrik saat ini dan digunakan secara maksimal, modal akan kembali di tahun ke 6 atau 7, padahal solar panel dengan kualitas yang baik berani memberikan jaminan performa hingga 25 tahun,” bebernya.
Semakin sering tambahnya, terjadi kenaikan tarif listrik, tentu akan semakin mempercepat pengembalian modal (break even point). “Berarti mulai dari tahun ke 7 sampai tahun ke 25, selama 18 tahun pengguna tidak akan pernah dipusingkan lagi dengan tagihan listrik alias gratis biaya pemakaian,” sambung dia.
Menurut Bambang, PLTS memang bentuk dari investasi jangka panjang yang juga sangat cocok untuk orang dalam masa persiapan pensiun yang tidak mau terbeban biaya hidup lagi di masa non aktifnya. (Nining)