BERITA JAKARTA – Tidak ada yang tidak kena pajak? Semua dipajakin oleh Negara atau Pemerintah. Bahkan, sampai yang sudah matipun tetap dipajakin oleh Pemerintah. Luar biasa zolim Negara terhadap rakyatnya.
Hal tersebut dikatakan, pengamat politik Samuel F Silaen dalam bahasannya yang bertema “Negara atau Pemerintah Pemeras Rakyat”.
Disisi lain, kata Silaen, Pemerintah atau penguasa menambah jumlah pejabat Negara yang digaji dari pajak rakyat Indonesia. Artinya Negara sedang dirampok secara membabi-buta dan masif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau tidak ada kontrol dari oposisi maka dapat dipastikan, rakyat Indonesia yang akan jadi korban pemerasan dari pemerintahan akibat dari gaya hidup pejabat ‘borju’ malapetaka buat rakyat,” terangnya saat berbincang dengan Matafakta.com, Minggu (22/9/2024).
Lalu, sambung Silaen, apa fungsi Negara sebenarnya? Penindas Rakyat? Rakyat dipaksa bekerja keras untuk menggaji karyawan Pemerintah? Yang gaya hidupnya selangit! Sementara rakyat dijadikan pekerja ala romusa dijaman penjajahan Jepang.
“Sungguh terlalu! Pemerintah jadi beban hidup rakyat, sebab pejabat Negara yang menikmati kemewahan yang berlebih, sementara rakyat hidup dibawah garis kemiskinan akut,” kritik Silaen.
Pemerintah alias penguasa seenaknya menambah jumlah mata anggaran pengeluaran Negara (APBN) dengan menambah jumlah pejabat (Kementerian) artinya jelas sudah bahwa Negara sedang menuju gerbang kehancuran.
“Ibarat pepatah, lebih besar pasak dari pada tiangnya. Sumber daya alam jadi bancakan oknum- oknum pejabat yang rakus dan tamak,” ucapnya.
Kehancuran bangsa Indonesia itu semakin nyata didepan mata, buktinya Negara sedang tidak baik-baik saja, utang pokok plus bunga akan jatuh tempo di tahun depan 2025.
“Artinya akan terjadi lagi gali lubang tutup lubang, sampai kapan ini berlangsung? Ini mirip- mirip Negara yang kelilit lintah darat,” sindirnya.
Tak kalah sadisnya, lanjut Silaen, pejabat Negara diperbanyak demi memuluskan niat yang tidak jelas buat bangsa Indonesia ini.
“Kalau mau jalannya baik maka harus ada ruang kontrol dari institusi resmi agar terjadi keseimbangan atau check and balance terhadap jalannya pemerintahan,” imbuhnya.
Kenapa perlu oposisi, tambah Silaen, sebagai pengejawantahan dari sistem trias politika agar ada kontrolnya.
“Supaya tidak terjadi pemerkosaan sumber daya alam tidak terkendali atau ugal-ugalan, sehingga tidak kebablasan semau-maunya penguasa atau kelompok untuk memperkaya diri,” pungkasnya. (Sofyan)