BERITA BANTEN – Tim mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwimulya (STIE) kembali meraih hibah nasional Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2024 dengan judul penelitian:
“Debus: Resiliensi Identitas Jawara Banten Guna Mewujudkan Cultural Sustainable Tourism”
Tim PKM Riset Sosial Humaniora (RSH) ini terdiri dari Hernawati, Rani, Anwalia dan Soleha dengan dosen pendamping, Bambang Arianto, SE, MA, M.Ak, Ak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Para mahasiswa STIE Dwimulya melakukan penelitian terkait kesenian Debus Banten di wilayah Kabupaten Pandeglang, Serang dan Kota Serang, Provinsi Banten.
Sebelumnya, para mahasiswa melakukan observasi di lima Padepokan Silat yang merupakan basis utama dari kesenian Debus, Jumat (30/8/2024).
Dalam penelitian ini, Tim PKM RSH STIE Dwimulya menggunakan metoda penelitian campuran (mixed methods) dalam mengelaborasi Debus sebagai Identitas Jawara Banten.
Selain melakukan observasi, dokumentasi, para mahasiswa juga melakukan in-depth interview (wawancara mendalam) kepada para pimpinan Padepokan Silat di Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kabupaten Pandeglang.
Perlu diketahui bahwa kesenian Debus lahir pada abad ke-16 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692) debus digunakan sebagai pemantik semangat rakyat Banten melawan penjajahan Belanda.
Melemahnya kasultanan Banten dibawah kekuasaan Sultan Rafiudin membuat kesenian debus mulai menghilang. Baru kemudian pada era 1960-an kesenian debus muncul kembali dalam bentuk atraksi hiburan.
Temuan penelitian menegaskan bahwa Debus Banten merupakan identitas Jawara Banten yang perlu terus dibumikan agar generasi muda Banten bisa semakin mencintai Debus.
Hal itu dikarenakan tata kelola pelembagaan kesenian Debus di Banten masih bersifat sesuka hati dan belum berkelanjutan.
“Akibatnya, kesenian Debus kurang dikenal luas oleh generasi milenial Banten,” terang Rani sebagai Peneliti Debus identitas Jawa Banten.
Debus kemudian hanya dikenal sebagai kesenian ekslusif dan milik para Padepokan Silat semata. Padahal, bila ditata dengan baik, maka kesenian Debus Banten bisa dijadikan ikon utama dari Provinsi Banten.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa harus ada upaya langkah berkelanjutan dari berbagai pemangku kepentingan untuk mengangkat Debus mulai dari tingkat perdesaan hingga internasional dengan event yang terjadwal.
“Dengan tata kelola yang baik, maka bisa dipastikan kesenian Debus bisa menjadi ikon pariwisata budaya berkelanjutan di Provinsi Banten,” pungkas Rani. (Almira)