BERITA JAKARTA – Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho menilai, jika tidak segera diajukan ke penuntutan, dikhawatirkan tersangka akan menghilangkan barang bukti, mempengaruhi saksi atau bahkan melarikan diri.
Hal itu, diutarakan Kurniawan menanggapi tidak disidangkannya perkara pidana pemalsuan surat atas nama tersangka Hendri Surya pemilik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang telah merugikan banyak orang senilai Rp106 triliun.
Pasalnya hingga tahun 2024, Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat diduga “enggan” melimpahkan perkara tersebut, meski penyidik Mabes Polri telah menyerahkan berkas perkara tersangka Henry Surya dan barang bukti pada 12 Mei 2023 silam kepada Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Kurniawan, ketika suatu berkas perkara yang disusun penyidik sudah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti berkas, maka sudah menjadi kewajiban bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk segera menyelesaikan dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan.
“Pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum bagi tersangka maupun para korban,” ujarnya kepada Matafakta.com, Senin (22/7/2024).
Jangan sampai, kata Kurniawan, penundaan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan untuk dilakukan penuntutan ini akan membuat perkara jadi daluwarsa. Karena kewenangan menuntut bisa hapus karena perkara daluwarsa.
“Oleh karenanya, dalam kasus KSP Indosurya, Komisi Kejaksaan dan JAM bidang Pengawasan wajib memonitor agar ada kepastian keadilan bagi para korban,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, satu tahun sudah sejak penyidik Bareskrim Polri menyerahkan berkas perkara, barang bukti dan tersangka KSP Indosurya, Henry Surya kepada Kejagung dan Kejari Jakarta Pusat sejak Jumat 12 Mei 2023 lalu.
Penuntut Umum Kejari Jakarta Pusat diduga tidak melimpahkan perkara pidana pemalsuan dokumen Koperasi Simpan Pinjam Indosurya atas nama tersangka Hendry Surya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Meski begitu, belum ada penjelasan secara detail dari pihak Penuntut Umum Kejari Jakarta Pusat ihwal “mandeknya” perkara tersebut kendati telah banyak korban mengalami kerugian finansial yang mencapai Rp106 triliun tersebut. (Sofyan)