BERITA JAKARTA – Hari ini Partai pemenang Pemilu Legislatif DPR RI akan melaksanakan agenda pertemuan nasional yakni Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan berlangsung di Jakarta mulai Jumat 24-26 Mei 2024.
Pertemuan ini menjadi sangat menarik untuk ditunggu publik kira-kira keputusan apa yang akan diambil terkait dengan kekalahan Pemilu Presiden 2024. Meski begitu, PDI-P masih bisa berbangga hati, karena masih bisa menang di Pemilu Legislatif DPR.
“Partai politik ini bener-bener mengalami turbulensi akibat cawe-cawe penguasa, meski tidak dapat dibuktikan secara faktual, namun dampaknya begitu mengguncang kebatinan internal Partai,” kata Silaen kepada Matafakta.com, Jumat (24/5/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun demikian dengan raihan kursi DPR yang masih bisa dipertahankan itu menandakan bahwa Partai kokoh berdiri berkah ideologi yang disemai disanubari pemilih. Ada yang bertanya keputusan besar apa yang hendak diambil lewat pertemuan Rakernas ke 5 ini.
“Sesuatu yang sangat ditunggu publik ialah apakah PDI-P jadi oposisi? Atau malah tergiur dengan rayuan dan sedikit intimidasi penguasa lewat narasi yang disemburkan ke publik secara masif, bahkan sedikit mengancam Partai politik pemenang Pemilu Legislatif 2024 ini,” bebernya.
Masih kata Silaen, membaca teori monumental bangunan Trias Politica tentang pemisahan kekuasaan menurut John Locke, meskipun di Indonesia disebut sebagai pembagian kekuasaan, tapi bila merujuk teks aslinya maka yang bener itu adalah Pemisahan Kekuasaan.
“Ini diyakini sebagai kesalahan yang berakibat fatal, dalam konteks menyeluruh diberbagai cabang kekuasaan yang ada di Bangsa Indonesia ini. Jadi apapun dilakukan pembagian, termasuk adanya bagi- bagi komisi alias ‘presentasi’,” kritiknya.
John Locke, seorang filsuf dari Inggris mengatakan, pemisahan cabang kekuasaan adalah sebuah prinsip dimana kekuasaan negara sebaiknya tidak diserahkan kepada orang atau satu badan saja. Tujuannya untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut.
“Lalu kemudian dikembangkan Montesquieu dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Inilah rujukan yang harus dilakukan agar negara dapat menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya,” ucap Silaen.
Bagaimanapun juga demokrasi itu butuh kekuatan politik penyeimbang terhadap Pemerintah yang sedang berkuasa. Kekuasaan yang tidak dikontrol maka akan cenderung koruptif dalam menjalankan kekuasaannya.
“Bila kekuasaan politik tidak ada penyeimbang maka buat apa menganut konsep sistem demokrasi, rugi dong, kalau begitu, gantian saja,” sindir mantan fungsionaris DPP KNPI ini.
Alam demokrasi, tambah Silaen, akan mati jika partai politik yang kalah masuk ke pemerintahan, apalagi sampai paslon-nya juga ikut gabung, maka akan terjadi ‘patgulipat’ dalam menjalankan roda pemerintahannya.
“Akhirnya yang jadi korban atau dikorbankan adalah nasib rakyat banyak. Meskipun seribu alasan untuk membenarkan narasi atau diksi politik bahwa tidak perlu oposisi itu maka akhirnya akan ke laut dan tenggelam,” pungkasnya. (Sofyan)