BERITA JAKARTA – Mantan Dirjen Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) M. Khayam akhirnya divonis 2 tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024).
Dalam amar putusannya, M. Khayam terbukti telah memperkaya PT. Sumatraco Langgeng Makmur (SLM) milik terpidana Sanny Wikodhiono alias Sany Tan danYoni dengan keuntungan illegal berkisar Rp1 miliar lebih.
“Menyatakan terdakwa Ir. Muhammad Khayam MT terbukti bersalah telah memperkaya PT. SLM. Maka untuk itu, terdakwa dijatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun penjara,” ucap Ketua Majelis Hakim, Eko Ariyanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hakim berpandangan hal yang memberatkan yakni terdakwa M. Khayam tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi yang selalu dicanangkan Pemerintah.
“Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan pernah berjasa kepada Pemerintah dengan jabatan terakhir Direktur Jendral Kementerian Perindustrian,” imbuh Hakim, Eko Ariyanto.
Atas vonis tersebut. M. Khayam beserta Kuasa Hukum-nya menerima putusan Majelis Hakim. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Petrus menyatakan pikir-pikir.
Perlu diketahui, sebelumnya, Jaksa Petrus dari Kejaksaan Agung (Kajagung) menuntut terdakwa M. Khayam selama 3 tahun penjara.
Kasus ini berawal saat Kemenperin dalam rangka memenuhi kebutuhan garam industri di dalam Negeri memberikan rekomendasi kepada perusahaan swasta atau importir untuk mengimpor garam industri.
Rekomendasi tersebut, dikeluarkan setelah pihak Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mengajukan permohonan impor garam industri sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri garam.
“Untuk diketahui importasi garam untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan industri tidak dikenakan bea masuk. Sedang yang dikenakan bea masuk hanya impor garam konsumsi,” ungkap Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana kala itu.
Dia menyebutkan, terkait importasi garam salah satu importir yaitu PT. SLM diketahui mengajukan rencana kebutuhan garam industri tahun 2018 untuk tahun 2019 sebanyak 237,325 ton, pengajuan tahun 2019 untuk tahun 2020 sebanyak 231,745 ton.
Dan untuk pengajuan tahun 2020 untuk tahun 2021 sebanyak 120,979 ton dan pengajuan tahun 2021 untuk tahun 2022 sebanyak 116,906 ton.
Selanjutnya, kata dia, hasil verifikasi PT. Sucofindo terhadap rencana kebutuhan PT. SLM diupload ke dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) untuk dilakukan evaluasi oleh Ditjen IKFT sesuai Pasal 20 ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 34 Tahun 2018.
“Namun tersangka MK tidak melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil verifikasi,” tutur Ketut seraya menyebutkan PT. SLM kemudian menyuap tersangka melalui AIPGI untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam PT. SLM tersebut.
Dia menyebutkan juga PT. SLM tidak sepenuhnya mendistribusikan garam impor sesuai rencana kebutuhan awal dan justru dijual sebagai garam konsumsi dan juga mengalihkan kepada industri yang seharusnya menggunakan garam lokal.
Sehingga, ungkapnya, menyebabkan banyak garam lokal tidak terserap dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp7,6 miliar lebih serta kerugian perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp89,63 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun.
Dia menuturkan penjelasan terkait kerugian negara sesuai Laporan Analisis Perekonomian Negara yang dilakukan para ahli. Antara lain Rimawan Pradiptyo, Muhammad Ryan Sanjaya (Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada), Latif Sahubawa (Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) dan Tri Raharjo (Badan Pusat Statistik) pada tanggal 23 Februari 2023.
Adapun terdakwa M. Khayam dalam kasus impor garam disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Sofyan)