BERITA JAKARTA – Pengamat politik Institute for Digital Democracy (IDD) Yogyakarta Bambang Arianto, menilai PDI Perjuangan (PDIP) saatnya untuk kembali menjadi partai oposisi dalam politik Indonesia.
“PDI-P selama ini dikenal sebagai partai kader yang memiliki basis massa terkuat di Indonesia,” kata Bambang kepada Matafakta.com, Jumat (16/2/2024).
Apalagi, lanjut Bambang, dalam sejarah politik Indonesia PDI-P kerap aktif mengkritisi berbagai kebijakan Pemerintah yang berkuasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tapi melihat kondisi politik saat ini sangat masuk akal bila PDI-P menjadi partai oposisi agar dapat mengembalikan kepercayaan public,” ulasnya.
Dengan catatan, oposisi yang dibangun harus konsisten. Artinya oposisi yang dibantun kemudian tidak mandul hanya karena ditawari kekuasan seperti partai-partai politik selama ini.
“Dengan kata lain, kedepan PDI-P harus tegas menolak tawaran berkoalisi dengan kubu Prabowo-Gibran,” ujarnya.
Bila dilihat dari perolehan suara berbasis Quick Count sudah dipastikan PDI-P akan menguasai Parlemen.
“Tentu hal ini, sangat menguntungkan bisa kemudian PDI-P mengambil jarak dengan pemerintahan yang akan dilantik kemudian,” imbuhnya.
“Pesan saya PDI-P harus tampil progresif untuk mengkritisi setiap kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat,” tambahnya.
Konsep lain dari oposisi itu adalah menawarkan berbagai gagasan konstruktif bagi kemajuan bangsa dan bukan justru mencari celah untuk menjatuhkan suatu rezim pemerintahan.
Kebermanfatan dari menjadi oposisi akan membuat PDI-P ikut memperkuat pelembagaan demokrasi dan tentunya pelembagaan partai politik.
“Ingat party id di Indonesia itu sangat lemah, dikarenakan ketidakkonsistenan partai politik di Indonesia dalam barisan oposisi,” tuturnya.
Oleh sebab itu, publik saat ini sangat menantikan apakah PDI-P siap kembali menjadi partai oposisi.
“Sehingga kedepan bisa menegaskan bahwa PDI-P itu benar-benar partainya wong cilik,” pungkas Bambang. (Indra)