NCW: Indonesia Darurat Korupsi, Rakyat Harus Bergerak..!!

- Jurnalis

Senin, 4 Desember 2023 - 19:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

NCW: Indonesia Darurat Korupsi

NCW: Indonesia Darurat Korupsi

BERITA JAKARTA – Belum selesai rasa kaget rakyat Indonesia dengan tingginya nilai hutang Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 9 tahun terakhir hingga 2023 yang mencapai Rp7.805,19 triliun dan akan terus bertambah ditahun 2024.

Rakyat Indonesia kembali dikagetkan dengan adanya dugaan diintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden Jokowi sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Hal itu, diungkapkan Mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo.

Agus mengungkapkan, saat itu lembaga yang dipimpinnya KPK sedang membidik eks Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov) dalam korupsi mega proyek pengadaan e-KTP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Presiden Jokowi saat itu memanggil Agus Rahardjo untuk meminta agar pengusutan kasus Setya Novanto (Setnov) dihentikan. Agus mengaku, dirinya diperintah untuk masuk melalui jalur khusus, sehingga tidak diketahui awak media saat kehadirannya di Istana.

“Dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan, tapi lewat Masjid kecil atau jalur khusus, sehingga tidak diketahui awak media saat kehadirannya di Istana,” kata Agus.

Agus kemudian menolak untuk menghentikan proses penyidikan Setnov, karena pada saat intervensi itu terjadi Undang-Undang (UU) KPK belum memberlakukan adanya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3), sehingga perintah Presiden tersebut tidak bisa dikabulkan Agus.

“Akhirnya dilakukan revisi UU yang intinya ada SP3. Kemudian KPK dibawah Presiden, mungkin waktu itu Presiden merasa ini Ketua KPK diperintah Presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” kata Agus.

Sejak revisi UU KPK disahkan dan diberlakukan, pada Jumat, 13 September 2019 silam, tiga pimpinan KPK saat itu yaitu, Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.

Sebelumnya, KPK berdiri secara independen dan hanya bertanggungjawab kepada masyarakat dalam mengemban tugasnya memberantas prilaku korupsi di Indonesia.

Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW), Hanif menilai maraknya korupsi terjadi dipemerintahan Jokowi memperkuat keyakinan kami bahwa Presiden Jokowi memang sudah tidak patut dipertahankan sebagai Presiden RI.

Meskipun, sambung Hanif, dirinya menyayangkan terlambatnya kesaksian mantan Ketua KPK, Agus Raharjo, terkait intervensi pemerintah Jokowi dalam “menyelamatkan koruptor”.

Baca Juga :  Waduh...!!!, Jadi Tamping Warga Binaan Rutan Pondok Bambu Puluhan Juta Perbulan

“DPP NCW menyambut gembira peristiwa penting ini, karena dari hari ke hari semakin banyak tokoh bangsa memberikan kesaksian begitu bobroknya pemerintahan Presiden Indonesia ketujuh ini,” tegas Hanif, Senin (4/12/2023).

Meskipun, lanjut Hanif, banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, namun DPP NCW menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu.

“Ini kesekian kalinya Jokowi melanggar konstitusi, UU 28 tahun 1999 terkait Penyelenggara Negara yang bebas dan bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau KKN,” jelas Hanif.

Dikatakan Hanif, dalam 2 bulan terakhir, DPP NCW sangat gencar menyuarakan betapa korupnya oknum-oknum penyelenggara negara dilingkungan pemerintahan Presiden Jokowi.

NCW mensinyalir lemahnya pemberantasan KKN saat ini, karena adanya kebutuhan rezim Presiden Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya.

Dugaan NCW tidak sangat beralasan dengan banyaknya terduga korupsi yang sudah diungkapkan oleh DPP NCW, hingga hari ini, tidak satu pun yang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.

“Sebut saja oknum menteri AH, DA, BL, ET dan PS, yang sebelumnya pernah kami ungkapkan dugaan KKN yang mereka lakukan, tapi apa Jokowi peduli? Sudah pasti tidak peduli lah, gimana mau peduli kalau Jokowi juga “ikutan” menabrak konstitusi demi kepentingan dinastinya,” kata Hanif

Menurut NCW, pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi dan kroni-kroninya sudah sangat merusak tatanan demokrasi dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Perubahan yang sangat signifikan dari sikap Jokowi, membuat banyak pihak menduga-duga, bahwa Jokowi ketakutan jika kekuasaan tidak berpihak kepadanya, sesuatu yang besar dan berbahaya akan menimpa Jokowi dan kroni-kroninya.

Dalam paparannya, NCW menilai sudah selayaknya wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) untuk segera mengambil sikap tegas menghentikan kekuasaan yang berlebihan yang dipertontonkan oleh Presiden Jokowi melalui Sidang Istimewa (SI).

“Mundur secara terhormat atau dimakzulkan oleh rakyat, hanya itu pilihan yang dimiliki Presiden Jokowi saat ini,” ujar Hanif.

Hanif menjelaskan, ada 3 pelanggaran konstitusi (UU No. 28 tahun 1999) yang dilakukan oleh Jokowi, pertama, orkestrasi yang dilakukan Jokowi dengan relasi kuasa dengan iparnya Anwar Usman mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan putranya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto melalui Keputusan MK No. 90 yang sangat kontroversial.

Baca Juga :  Sambut Hari Disabilitas Internasional, Kejari Blitar Tebar Makanan Bergizi

Kedua, menerima gratifikasi (korupsi) atas ditunjuknya Kaesang Pangarep yang baru 2 hari jadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), diangkat menjadi Ketua Umum PSI.

Ketiga, Jokowi memberikan arahan kepada oknum Mensesneg Pratikno untuk segera mendeklarasikan Gibran menjadi Cawapres Prabowo, meminta Menkominfo Budi Arie Setiadi untuk memonitor sentimen negatif terhadap Gibran dan Kaesang dan meminta Wamendes Paiman Raharjo untuk menggalang suara guna memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.

“Tiga pelanggaran UU No. 28 tahun 1999 terkait dugaan KKN dan Pasal 21 UU Tipikor No. 31 Tahun 199 oleh Jokowi dan kroni-kroninya, kami rasa sudah cukup alasan bagi wakil rakyat untuk segera melaksanakan Sidang Istimewa (SI) untuk menghentikan kekuasaan Presiden Jokowi,” tegasnya.

“Sudah layak untuk dimakzulkan, apalagi Presiden Jokowi sudah mengaku memata-matai partai-partai politik dan pelaku politik, tunggu apa lagi wakil rakyat kita?,” ujar Hanif.

Pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 berujung semena-menanya pemerintahan Jokowi menabrak konstitusi dan menggunakan kekuasaan untuk menekan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan Jokowi dan kawan oligarkinya.

Represi jurnalis, aktivis pro-demokrasi, mahasiswa dan para akademisi memperlihatkan sangat korupnya pemerintah rezim Jokowi selama 9 tahun terakhir ini.  Belum lagi dugaan upaya kriminalisasi terhadap Ketua KPK dan Jaksa Agung yang masih berlangsung hingga saat ini.

Ditambahkan Hanif, dugaan ketidaknetralan Aparat Penegak Hukum (APH) dan tersanderanya penyelenggara Pemilu demi memenangkan salah satu paslon Capres-Cawapres dan Partai PSI, sehingga hastag #kamimuak menjadi trending di media sosial.

“Indonesia dalam kondisi ‘darurat korupsi’ saat ini, kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki oleh Jokowi, telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum menteri dan pejabat dilingkungan Istana untuk memperkaya diri sendiri, kelompok dan atau pihak lain yang sejalan penguasa oligarki.  Satu kata dari kami, “lawan atau ikut mati” bersama demokrasi yang sudah duluan sekarat,” pungkas Hanif geram. (Steve)

Berita Terkait

Hotman Paris Jadi Kuasa Hukum Novi, Alvin Lim Tegaskan Tak Gentar
Kejagung Bungkam Soal Kantor Pemenang Lelang Ratusan Miliar Numpang
Polri Dukung LQ Indonesia Law Firm Lawan Ujaran Kebencian di Medsos
Sambut Hari Disabilitas Internasional, Kejari Blitar Tebar Makanan Bergizi
Pemenang Tender Setengah Triliun Berkamuflase di Perusahaan Asuransi
Praktisi Hukum Dorong Jaksa Agung Usut Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejagung
Pecat Gus Miftah, JNF: Ngak Cukup Hanya Permintaan Maaf dan Teguran Saja
Hamas Indonesia Gelar Aksi Soroti Proyek Alat Intelijen Kejagung
Berita ini 107 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 7 Desember 2024 - 14:49 WIB

Hotman Paris Jadi Kuasa Hukum Novi, Alvin Lim Tegaskan Tak Gentar

Jumat, 6 Desember 2024 - 22:45 WIB

Kejagung Bungkam Soal Kantor Pemenang Lelang Ratusan Miliar Numpang

Jumat, 6 Desember 2024 - 00:02 WIB

Polri Dukung LQ Indonesia Law Firm Lawan Ujaran Kebencian di Medsos

Kamis, 5 Desember 2024 - 23:33 WIB

Pemenang Tender Setengah Triliun Berkamuflase di Perusahaan Asuransi

Kamis, 5 Desember 2024 - 23:20 WIB

Praktisi Hukum Dorong Jaksa Agung Usut Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejagung

Berita Terbaru

Foto: Alvin Lim, SH, MH & Agus Salim

Berita Utama

Hotman Paris Jadi Kuasa Hukum Novi, Alvin Lim Tegaskan Tak Gentar

Sabtu, 7 Des 2024 - 14:49 WIB

Foto: Kantor Kejari Blitar

Berita Daerah

Sambut Harkodia 2024 Kejari Blitar Ingatkan Tata Kelola Anggaran

Jumat, 6 Des 2024 - 22:58 WIB