Transaksi Fiktif, TIM Penasehat Hukum Minta Terdakwa Pajak Dibebaskan

- Jurnalis

Senin, 10 April 2023 - 16:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suasana Persidangan

Suasana Persidangan

BERITA JAKARTA – Tim Penasehat Hukum dari Mofars & Co memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara terdakwa Yuliasiane Sulistyawati dan Theresia Maria Elizabeth Sutji Listyorini agar dibebaskan dari segala tuntutan hukum, Kamis (10/4/2023).

Hal tersebut, tertuang dalam pledoi (pembelaan) Kuasa Hukum (PH) yang dipimpin M. Farouq S. Amd, SE, SH, SHI, BKP dan anggotanya Guntur S. Wibowo, SH, MH, dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan, Aloysius.

Penasehat hukum juga minta Majelis Hakim memulihkan hak-hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat serta membebankan biaya perkara kepada Negara. Namun, bila Majelis Hakim berpendapat lain mohon sekiranya dengan putusan yang seadil-adilnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan berdasarkan peraturan per-UU Perpajakan khususnya UU KUP dan UU PPN beserta peraturan pelaksanaannya yang menjadi bagian integral dalam menyelesaian perkara pidana perpajakan,” kata PH.

M. Farouq S. Amd, SE, SH, SHI, BKP dan anggotanya Guntur S. Wibowo, SH, MH

PH menerangkan, dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditujukan kepada Pengurus PT. Pazia Retalindo (PR) satu, Obscure Libel (kabur), karena hanya mendasarkan pada data dan dokumen perpajakan yang bersifat formil an sich, tanpa membuktikan pemenuhan unsur-unsur tindak pidananya secara materiil.

Kedua error in persona dikarenakan telah salah dalam menentukan dan mengkualifisir pelaku tindak pidana yang sesungguhnya, tiga error in objecto dikarenakan telah salah dalam mengkonstatir Pasal Dakwaan atau Tuntutannya dan ke-empat prematur dikarenakan terdapat Cacat Prosedur saat melakukan tindakan pemeriksaan bukper dan penyidikan Pajak.

“Dimana seharusnya dalam perkara a quo tidak memenuhi syarat untuk dikualifisir sebagai peristiwa pidana. Disamping bertentangan dengan asas ultimum remedium dan adanya alasan penghapus pidana bagi WP yang pertama kali melakukan delik pidana perpajakan karena kealpannya, Pasal 13A Jo. Pasal 38 UU KUP),” jelas PH.

Lebih lanjut, bahwa dalam pokok perkara, Faktur Pajak (FP) yang menjadi pokok perkara a quo adalah tidak sah, karena diterbitkan berdasarkan rekayasa dokumen transaksi jual beli (Invoice+ Surat Jalan) FIKTIF senilai Rp1,46 triliun.

“Tidak memenuhi syarat sahnya secara kumulatif baik itu syarat subjektif dan objektif untuk dapat memungut pajak atau PPN ataupun syarat formil dan materiil untuk dapat membuat dan menerbitkan FP yang sah, sehingga bersatus sebagai FP yang cacat Yuridis dan harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas PH.

Baca Juga :  Miris Melihat Corong Informasi "Soud Of Justice" Kejagung Terbengkalai

Status jual-beli yang fiktif, yakni hanya melakukan putaran arus dokumen formil berupa Purchase Order/PO, invoice I + Surat Jalan, tanpa mampu dibuktikan lebih lanjut secara materiil tentang adanya penyerahan barang (levering) secara riil dari penjual ke pembeli, dan tidak pula disertai adanya bukti pembayaran transaksi yang sah diterima oleh penjual dari pembelinya.

“Melainkan hanya berupa putaran arus kas di bank BCA sebesar Rp421 miliar (1/4 dari total transaksi FIKTIF) yang berasal dari BRUTON selaku pemilik dana untuk selanjutnya diputar-putar ke rekening terdakwa (PR dan PPM) dan akhirnya dikembalikan lagi ke pemilik rekening asal dananya,” ujar PH.

Sehingga FP yang cacat Yuridis, menurut hukum pajak dianggap sebagai FP tidak pernah ada atau diterbitkan (NULL and VOID). Oleh karena itu, tidak melaporkan FP yang cacat Yuridis, bukan merupakan peristiwa delik pidana perpajakan, melainkan peristiwa keperdataan atau Administrasi Perusahaan biasa.

“Disamping itu, FP tersebut telah memenuhi syarat pembatalannya sebagaimana diatur dalam PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, sttd PER-10/PJ/2020 yang keduanya telah dicabut dan digantikan PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak,” terangnya.

Dikarenakan FP yang cacat Yuridis tersebut telah memenuhi syarat dan kriteria pembatalannya sebagaimana diatur dalam PER-16/PJ/2014, maka hal ini  menggugurkan kewajiban hukum bagi tedakwa untuk melaporkannya kedalam SPM PPN.

“Perbuatan terdakwa yang tidak melaporkan 60 set FP yang berstatus batal demi hukum tersebut kedalam SPM PPN bulan Januari-Desember 2015, merupakan tindakan yang dibenarkan menurut hukum pajak dan ketidaan FP yang dianggap tidak pernah ada atau diterbitkan (NULL and VOID), karena berasal dari transaksi FIKTIF,” imbuhnya.

“Sekaligus pula menghapus potensi kerugian negara di bidang perpajakan yang ditimbulkannya secara mutatis mutandis, sehingga terhadap perbuatan terdakwa tidak dapat diancam dan dijatuhi pidana berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf d UU KUP,” tambahnya.

Masih kata PH, dalam perkara a quo, pelaku pidana materiil dalam perkara pidana perpajakan ini dan sekaligus aktor intelektualnya yang sesungguhnya adalah HENDRA secara bersama-sama dengan BRUTON Group (MKN, Asiatel+Erakomp). Sementara terdakwa hanyalah korban rekayasa Dokumen Transaksi Jual-Beli FIKTIF yang dibuat Mereka.

Baca Juga :  MAKI Layangkan Surat ke Presiden Prabowo Soal Pansel KPK Bentukan Jokowi

HENDRA secara bersama-sama dengan BRUTON Group dan berlanjut memenuhi kriteria sebagai pelaku tindak pidana yang melakukan perbuatan pidana perpajakan berupa “melaporkan FP (PPN Keluaran) yang seharusnya tidak boleh diterbitkan” dan “mengkreditkan FP (PPN Masukan) yang tidak sah atau yang seharusnya tidak boleh dikurangkan (dikreditkan) dalam menghitung PPN Terutang” karena FP (PK dan PM) tersebut berasal transaksi Jual-beli FIKTIF yang dilakukannya, sehingga mengakibatkan kerugian negara dari sektor perpajakan.

“Oleh karena itu, terhadap diri dan perbuatan merekalah yang sesungguhnya telah memenuhi unsur-unsur delik yang diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 39A Jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP Jo. Pasal 62 ayat (1) KUHP,” sambungnya.

Namun demikian berdasarkan ketentuan Pasal 43B ayat (1) Jo. Penjelasan Pasal 34 ayat (5), Pasal 35A ayat (2), Pasal 40 dan Pasal 44A UU KUP, terhadap mereka (HENDRA dan BRUTON Group) tidak lagi dapat diancam pidana perpajakan akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu.

“Karena adanya alasan penghapus pidana berupa daluwarsa penyelidikan dan penyidikan pajak yang telah melewati batas waktunya di tahun 2021 kemarin. Jadi seharusnya mereka tidak perlu menghawatirkan resiko apapun, akibat hukum yang ditimbulkan dari perkara ini,” tegas PH.

Permohonan Putusan

Pledoi ini dilandasi dengan sebuah harapan agar Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa dan Pemutus Perkara a quo dengan bijaksana dan penuh kearifan, serta senantiasa berkiblat pada rasa keadilan, hati nurani kemanusiaan dan tanggungjawab kepada Tuhan YME.

Sekiranya Yang Mulia Majelis Hakim berkenan untuk memberikan putusan terhadap terdakwa, suatu putusan yang adil, arif dan bijaksana yang semata-mata didasarkan pada nilai-nilai Keadilan yang hakiki, atas dasar mencari Ridho dari Allah SWT semata, Amiin yaa Robbal’alamin.

Sekiranya tidak berlebihan apabila di persidangan Yang Terhormat ini, sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum (APH) yang selalu menjunjung tinggi Keadilan “Fiat Justitia Ruat Coelom“, kami menyampaikan adagium yang harus dijunjung bersama.

“Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum seorang yang tidak bersalah,” pungkas PH. (Dewi)

Berita Terkait

Jaksa OTT Oknum Hakim “Yang Mulia” Vonis Bebas Kasus Pembunuhan
Diduga Hakim Vonis Bebas Gregorius Ronald Tanur Terkena OTT
Miris Melihat Corong Informasi “Soud Of Justice” Kejagung Terbengkalai
Diadili di Ethiopia, Pemerintah Diminta Bela Warga Majalengka Kejebak Narkoba
Selamat Atas Dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029
MAKI Layangkan Surat ke Presiden Prabowo Soal Pansel KPK Bentukan Jokowi
Laporan Masyarakat Mandek, LQ Pertanyakan Anggaran Polri
Ketua JNW Apresiasi Pidato Pertama Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:38 WIB

Jaksa OTT Oknum Hakim “Yang Mulia” Vonis Bebas Kasus Pembunuhan

Rabu, 23 Oktober 2024 - 19:12 WIB

Diduga Hakim Vonis Bebas Gregorius Ronald Tanur Terkena OTT

Rabu, 23 Oktober 2024 - 14:44 WIB

Miris Melihat Corong Informasi “Soud Of Justice” Kejagung Terbengkalai

Rabu, 23 Oktober 2024 - 13:54 WIB

Diadili di Ethiopia, Pemerintah Diminta Bela Warga Majalengka Kejebak Narkoba

Selasa, 22 Oktober 2024 - 19:18 WIB

Selamat Atas Dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029

Berita Terbaru

Foto: Japindum Kejagung, Febrie Adriansyah

Berita Utama

Diduga Hakim Vonis Bebas Gregorius Ronald Tanur Terkena OTT

Rabu, 23 Okt 2024 - 19:12 WIB