BERITA JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menerima pelimpahan berkas perkara Founder sekaligus Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA atas tuduhan Penggelapan atau Pencucian Uang terkait klaim Asuransi Allianz pada 7 Mei 2022 kemarin.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) pada 22 September 2020 dalam putusannya telah menolak atau memutuskan bahwa perkara Nomor: 1036/Pid.B/2018/PN.JKT.SEL atas nama Alvin Lim, tidak dapat diterima alias dikembalikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel).
Kepada awak media, Humas PN Jaksel, Haruno mengatakan, pelimpahan berkas perkara untuk yang kedua kalinya ini, karena belum ada penjatuhan vonis baik vonis bebas maupun putusan terbukti bersalah atas perkara yang didakwakan sebelumnya terhadap Alvin Lim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Belum ada kesalahan atau pembebasan, vonis itu kan bisa bebas dan bisa terbukti. Belum ada petitum dari ptusan MA itu yang menyatakan salah atau bebasnya orang. Artinya secara administrasi masih mentah, belum lengkap. Jadi dikembalikan untuk disempurnakan,” tandas Haruno.
Menanggapi hal tersebut, Ketua LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim menegaskan, telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (de krahct van een rechtelijk gewijsde) mengenai tindakan (feiten) yang sama Pasal 76 KUHP.
“Dalam KUHP, setiap perkara pidana hanya dapat disidangkan, diadili dan diputus satu kali saja atau dengan kata lain, suatu perkara pidana yang telah diputuskan oleh hakim tidak dapat diperiksa dan disidangkan kembali untuk yang kedua kalinya,” kata Alvin, Selasa (14/6/2022).
Ketentuan tersebut, jelas Alvin, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP, BAB VIII tentang Gugurnya Hak Menuntut Hukuman dan Gugurnya Hukuman.
“Pasal tersebut menyatakan pada ayat (1) kecuali dalam keputusan hakim masih boleh diubah lagi, maka orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh Hakim Negara Indonesia, dengan keputusan yang tidak boleh diubah lagi atau in kracht van gewijsde,” ujarnya.
Selain itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 18 ayat (5) menyatakan bahwa “Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau Ne bis in Idem.
“Pasal ini mengatur tentang Hak Memperoleh Keadilan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa asas ne bis in idem adalah asas yang mengatur tentang bahwa seseorang tidak dapat dituntut sekali lagi atas perbuatan atau peristiwa yang baginya telah diputuskan oleh hakim,” ulasnya.
Dikatakan Alvin, asas ini merupakan salah satu bentuk penegakan hukum bagi terdakwa dalam menciptakan kepastian hukum. Pentingnya perlindungan terdakwa dari kepastian hukum dikaitkan terhadap asas ne bis in idem mendapat perhatian yang serius, yakni bentuk perlindungan yang diberikan mengalami perluasan tidak hanya di tujukan pada terdakwa dalam proses persidangan.
“Apalagi terdakwa dituntut untuk yang kedua kalinya dalam peristiwa yang sama, sehingga perlu juga perlindungan terhadap terdakwa akibat penyalahgunaan kekuasaan di Pengadilan,” pungkas Alvin. (Sofyan)