BERITA JAKARTA – Pasca kaburnya tahanan salah satu petinggi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Suwito Ayub, LQ Indonesia Law Firm, kembali gencar mengaungkan praktek – praktek oknum Polri yang terjadi dilapangan.
Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm, Sugi mengungkapkan, bahwa oknum Polri sudah menjamur dari tingkat Mabes, Polda dan juga Polres yang menyebabkan kepercayaan masyarakat semakin tergerus terhadap Polri, karena banyak anggota Polri yang menjadi oknum tidak beda dengan kriminal.
“Bagaimana kriminal menegakkan hukum kepada kriminal? Bedanya oknum Polri adalah kriminal berseragam Polri. Disinilah masyarakat makin antipati dan menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” kata Sugi kepada awak media, Senin (7/3/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ditingkat Mabes, dalam kasus Indosurya, Dirtipideksus Helmi Santika (pejabat lama) dan Whisnu Hermawan (pejabat baru) banyak kejanggalan terjadi ketika mengusut kasus KSP Indosurya, tersangka pembobol uang masyarakat senilai Rp15 triliun, Suwito Ayub bisa kabur, padahal ketika baru menjabat Whisnu berjanji akan menangani kasus KSP Indosurya dengan profesional.
“Nyatanya, sejak dia menjabat, Tim Tipideksus tidak mengawasi Suwito Ayub, sehingga menyebabkan kaburnya tersangka. Berkas yang dilimpahkan juga asal-asalan dan tidak mengikuti petunjuk Jaksa,” ungkap Sugi.
Adi Nugroho selaku korban sebagai pelapor kasus KSP Indosurya menyampaikan informasi yang didapat petunjuk Jaksa hanya sekitar 10 persen dikerjakan bahkan ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang tidak ditandatangan tersangka.
“Lalu pas BAP penyidik ngapain sama tersangka sampai BAP tidak ditandatangani. Dugaan kami ada konspirasi tingkat tinggi dalam kasus KSP Indosurya dengan kaburnya Suwito Ayub,” sindirnya.
Selain itu, sambung Sugi, tidak transparansinya Whisnu dalam pers release yang sama sekali tidak membuka jumlah aset disita dan rinciannya.
“Disini bisa ada dugaan permainan menghilangkan aset sitaan dan bagi-bagi dibelakang antara para oknum dengan penjahat. Korban KSP Indosurya menjadi korban dua kali, namanya,” ulas Sugi.
Sugi juga mengungkapkan, adanya oknum di Polres Jakarta Pusat dalam LP pencemaran nama baik yang ditujukan untuk mengkriminalisasi Advokat. Pasalnya, penyidik Polres Jakarta Pusat diduga ingin memaksakan Pasal 310 dan 311 KUHP dalam percakapan yang ada di WhatsApp (WA) Group tertutup dan bersekongkol dengan oknum pelapor dengan niat memeras.
“Terbukti pelapor Panda Nababan ingin memeras dengan meminta Rp100 miliar untuk pencemaran nama baik, padahal omzet Majalah Keadilan saja tidak mungkin mencapai Rp100 miliar per tahun. Apalagi diketahui umum, Panda Nababan adalah mantan Napi Tipikor yang menerima suap dari Gubernur BI dan divonis bersalah, sekarang koruptor ini malah buat Majalah Keadilan untuk alat memeras senilai Rp100 miliar.
Padahal, lanjut Sugi, sudah jelas dalam SKB Menteri yang disepakati oleh Kapolri, Kejaksaan dan Menkominfo, bahwa percakapan dalam Grup WhatsApp tertutup, tidak memenuhi unsur pencemaran nama baik, karena dianggap tidak dilakukan didepan umum.
“Apalagi yang dituduhkan adalah percakapan antara Advokat dengan klien atau wakil klien yang tidak seharusnya dikenakan pencemaran nama baik, karena merupakan komunikasi eksklusif antara Advokat dan Kliennya. Disinilah praktik oknum dmana yang salah mengigit yang benar dan dibeckingin oleh oknum Polres Jakarta Pusat,” jelasnya.
LQ Indonesia Law Firm akan membuat aduan ke Itwasum dan Kadiv Propam dan minta agar oknum kasus ini diusut tuntas, karena upaya kriminalisasi terhadap Advokat tidak bisa ditolerir, apalagi sudah ada SKB dengan Kapolri.
“Sama saja, anggota penyidik melawan putusan atasannya dan melecehkan Kapolri. Oknum Polres Jakarta Pusat wajib dibasmi, apalagi memaksakan dan bekerjasama dengan Oknum Pemeras yang hendak mengunakan LP sebagai alat pemerasan,” sindirnya.
LQ Indonesia Law Firm menyarankan agar masyarakat tidak takut melawan oknum Polri. Jika menemukan pelanggaran oknum Polri dan kriminalisasi segera viralkan, agar masyarakat tahu dan laporkan ke LQ Indonesia Law Firm di Hotline 0818-0489-0999.
“Sudah banyak masyarakat yang dikriminalisasi dan kami bantu bebaskan. LQ Indonesia Law Firm memiliki jaringan media lebih dari 200 media nasional dan media sosial. Masyarakat harus membantu mengaungkan perubahan di Indonesia dan berani bersuara. Oknum Polri jangan ditakuti tapi wajib kita lawan bersama, agar tercipta Polri Presisi,” tuturnya.
Sebelumnya, Brigjen Whisnu Hermawan, Dirtipideksus memberitakan bahwa 3 Boss KSP Indosurya ditahan, 4 hari kemudian berita diralat bahwa 2 ditahan dan 1 kabur karena alasan sakit. 2 hari kemudian, berita diralat kembali dan dikatakan Suwito Ayub sudah kabur dari Nopember 2021.
Kejanggalan ini ditambahkan dengan tidak adanya transparansi Mabes dengan pelapor korban dan Kuasa Hukum korban, tentang aset sitaan yang diduga ketidak seriusan proses hukum di kasus KSP Indosurya adalah karena adanya gratifikasi dan permainan oknum untuk merampok aset sitaan KSP Indosurya.
Salah satu korban, berteriak awalnya Helmi menyatakan ada ratusan miliar cash di sita dan aset properti total diatas Rp1 Triliun. Infonya sekarang, hanya mobil operasional bekas yang sudah bobrok saja yang disita.
“Lalu, kemana raibnya, uang Rp15 triliun? Kenapa tidak ditelusuri, seperti layaknya kasus Indra Kenz? Disinilah para korban KSP Indosurya curiga akan adanya permainan oknum Tipideksus untuk merampok barang sitaan milik korban KSP Indosurya,” pungkas Sugi. (Sofyan)