Kuasa Hukum Sebut KPK Jerat Walikota Bekasi Dengan Konstruksi Premature

Naufal Al Rasyid, SH, MH

BERITA BEKASI – Naufal Al Rasyid, SH, MH, selaku Kuasa Hukum Walikota Bekasi non aktif, Rahmat Effendi (RE) menyebut bahwa pasal yang disangkakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada kliennya dinilai sebagai konstruksi premature dan tidak tuntas.

“Makanya kan sampai sekarang KPK masih terus melakukan pemeriksaan saksi. RE ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Barang dan Jasa atau PBJ dan Lelang Jabatan,” terang Naufal saat dihubungi Matafakta.com, Senin (17/1/2022).

Dikatakan Naufal, pasal yang disangkakan yaitu Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU No. 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001.

“Saya menilai, pasal – pasal yang dikenakan penyidik KPK tersebut analisis alat bukti yang tidak tuntas. Kalau kita sebut Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b maka itu adalah suap. Sedangkan Pasal 12 huruf b adalah gratifikasi,” jelasnya.

Jadi kita melihat, sambung Naufal, terhadap duanya bentuk korupsi yang disangkakan KPK kepada RE, maka kita menilai suap. Untuk objek pergantian yang di Rawalumbu itu sebetulnya sudah ada keputusan dari Pengadilan Negeri,” ungkap Naufal.

Selain itu, lanjut Naufal, bahwa untuk suap objek Folder Air tersebut sudah dibawah harga pasar. Sehingga jika diartikan sebagai suap yang dilakukan dalam jabatan atau kekuasan itu tidak terjadi, karena dibawah harga pasaran.

Naufal juga menyinggung soal istilah sumbangan Masjid dia menyatakan hal itu adalah stigma yang bukan hukum. Pasalnya sumbangan Masjid jika Masjidnya ada ada kan bukan bahasa hukum.

“Itu gimana ya, stigma yang bukan hukum. Sumbangan Masjid itu jika Masjidnya ada gimana. Jadi sudahlah kita kembalikan ke proses hukumnya saja. Inikan namanya positifisme yang dibangun KPK ini,” sindirnya.

Baca Juga  Serdik Sespimmen Ramadhanil Gelar Baksos Kaum Dhuafa dan Parkir Miskin

Soal dugaan gratifikasi, tambah Naufal, kalaupun ada gratifikasi dilakukan. Maka tidak bisa dia melakukan pemaksaan kesimpulan dalam penalaran hukum. Jika ada gratifikasi di Pasal 12 ayat B besar tidak boleh. Dia harus masuk dulu di Pasal 12, C Besar ayat 2.

“Kalau Lelang Jabatan dipersoalkan itu mah saya pikir bukan OTT, itu pidana umum,” pungkas Naufal. (Edo)

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: