BERITA JAKARTA – PT. Bina Nusantara Perkasa (PT. BNP) yang telah diputuskan sebagai debitor pailit dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bernomor: 399/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 19 Agustus 2021 dengan ditetapkan tiga Kurator yakni, Dwityo Pujotomo, SH, MM, Harman Thamrin, SH, MH dan Palti Hutapea, SH, SE, MH.
Kepada Matafakta.com, Kuasa Hukum PT. BNP, Yafet Y W Rissy, PhD mengatakan, situasi ini membuat debitur semakin terpuruk, karena oleh Undang-Undang (UU) kewenangan debitur, sudah tidak lagi mampu mengurus harta debitur sendiri dan kewenangan mutlak berada pada kurator.
Meskipun begitu, lanjut Yafet Y W Rissy debitur tidak kaget dalam kondisi tersebut, karena sejak dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) debitur sudah diambil kewenangannya oleh Pengurus yang saat ini menjadi kurator secara mutlak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bedanya, sambung Yafet Y W Rissy, dalam pailit kewenangan debitur diambil secara mutlak oleh Undang-Undang dan diberikan kepada kurator, namun dalam PKPU diambil secara mutlak oleh Pengurus (terjadi dugaan perbuatan melawan hukum).
“Kondisi ini menimbulkan dampak yang serius dan tentu menambah daftar catatan pelanggaran baik etik maupun pelanggaran hukum,” kata Yafet Y W Rissy menanggapi putusan debitur pailit PT. BNP oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Catatan Debitur Terkait Rekam Jejak Proses PKPU Hingga Dalam Pailit Secara Singkat
1.Permohonan PKPU diduga sudah direncanakan sedemikian rupa sejak awal dengan itikad tidak baik
2.Diduga Pengurus atau Kurator Tidak Independen dan Benturan Kepentingan Pengurusan
3.Harta Debitur Dilakukan Pengurus bersama Pihak Ketiga Tanpa Sepengetahuan dan Persetujuan Debitur
4.Hasil Pengeloaan Harta Debitur Berupa Kapal Nusantara Explorer Tidak Pernah Dilaporkan
Dikatakan Yapet Y W Rissy, kondisi tersebut terjadi diduga didukung oleh sikap Hakim Pengawas yang dirasa kurang bekerja secara maksimal sebagaimana dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan oleh Undang-Undang kepadanya.
Sehingga, lanjut Yafet Y W Rissy lagi, tujuan dari proses PKPU hingga dalam Pailit yakni untuk menyelesaikan piutang-piutang kreditur menjadi kabur, justru yang terlihat adalah adanya eksploitasi Kapal NEX milik debitur guna kepentingan pihak tertentu.
“Artinya, bukan kepentingan kreditur maupun debitur. Hal ini menjadi permasalahan serius dan diduga menyimpang dari ketentuan Undang-Undang. Debitur telah banyak dirugikan dan debitur tidak segan-segan menindaklanjuti dengan upaya hukum yang lebih serius. Karena debitur beritikad baik dilindungi UU,” jelasnya.
Masih kata Yafet Y W Rissy, Rapat Kreditur tanggal 8 Oktober 2021 dengan agenda pencocokan piutang, berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan Tim Kurator belum membuat berita acara, sehingga rapat kreditur ditunda. Hal ini menjadi catatan ketidakprofesionalnya Tim Kurator dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
“Terdapat pertanyaan penting seperti hasil pengelolaan kapal yang diminta oleh debitur kepada Tim Kurator kemudian Tim Kurator tidak menjawabnya namun ditanggapi oleh Hakim Pengawas dengan biasa-biasa saja,” sindirnya.
Padahal, tambah Yafet Y W Rissy, ini menjadi topic penting karena menyangkut nasib para kreditur Konkuren dan debitur. Dan juga terdapat pihak-pihak tidak dikenal atau pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan langsung (selain debitur/kreditur/kurator) terhadap perkara ini hadir didalam persidangan.
Dengan melihat uraian-uraian tersebut diatas, debitur bersikap sebagai berikut
1.Hakim Pengawas untuk menindaklanjuti semua surat-surat yang debitur sampaikan.
2.Hakim Pengawas segera memberikan rekomendasi terkait dengan penggantian kurator.
3.Hakim Pengawas tegas dalam memimpin rapat-rapat kreditur sehingga rapat kreditur bebas dari pihak pihak yang akan mengacaukan rapat.
4.Hakim Pengawas menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara professional.
5.Tim Kurator tugas dan tanggungjawabnya secara professional.
6.Tim Kurator harus segera melaporkan hasil pengelolaan kapal.
7.Debitur tidak segan-segan akan melakukan upaya hukum apabila terdapat pihak-pihak yang bekerja tidak professional dan diduga melanggar hukum. (Sofyan)