BERITA BANTEN – Konflik antara para Direksi dengan para Komisaris PT. Kahayan Karacon (KK) memasuki babak baru. Setelah sebelumnya, Mimihetty Layani selaku Komisaris Utama Perusahaan yang beralamat di Cikande, Serang, Banten, melaporkan para Direksi-nya.
Kini Mimihetty Layani bersama anaknya Christeven Mergonoto dilaporkan balik ke Polda Banten atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Mimihetty Layani adalah istri pemilik Perusahaan Kopi Kapal Api, Soedomo Mergonoto. Sedangkan Christeven Mergonoto adalah anak dari suami-istri, Mimihetty-Soedomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Melalui Tim Pengacaranya dari LQ Indonesia Law Firm, membuat laporan polisi dengan terlapor Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto di Polda Banten pada Rabu 29 September 2021 lalu bernomor: TBL/B/364/IX/2021/SPKT I DIRKRIMUM/POLDA BANTEN.
Kepada Matafakta.com, Advokat Adi Gunawan, SH, MH dari LQ Indonesia Law Firm mengatakan, keduanya yakni, Mimihety Layani bersama anaknya Christeven Mergonoto diduga menggelapkan aset Perusahaan PT. Kahayan Karyacon kurang lebih senilai Rp3 miliar.
“Keduanya diduga menggelapkan aset Perusahaan PT. KK kurang lebih Rp3 miliar. Kami sudah berikan bukti permulaan ke Polda Banten dan saya selaku pelapor langsung diklarifikasi agar laporan polisi bisa segera di proses. Ancaman pidana Pasal 374 KUHP adalah 5 tahun penjara,” jelas Adi Gunawan, Minggu (17/10/2021).
Mimihetty Layani bersama anaknya, Christeven Mergonoto selaku Dewan Komisaris dan Chang Sie Fam, Ery Biyaya, Feliks dan Leo Handoko selaku Dewan Direksi, mendirikan PT. KK pada November 2021 lalu. Awalnya, Mimihetty mengaku melaporkan para Direksi Perusahaan, karena mereka tidak pernah memberikan laporan keuangan yang telah diaudit Auditor Independen sehingga merasa dirugikan.
Sebelumnya, Advokat Franziska Martha Ratu Runturambi, SH, membantah tuduhan Mimihetty Layani, karena tidak beralasan. Justru Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto yang meminta jangan ada audit atau laporan keuangan, karena mereka tidak mau keuangan mereka terlacak yang disinyalir untuk menghindari pajak.
Dalam keheranannya, Fransiska mempertanyakan peran Dewan Komisaris selama perusahaan itu berdiri. Sebab, PT. KK sudah berdiri sejak 2012 yang sudah hampir 10 tahun dan kenapa baru sekarang keberatan tidak ada laporan keuangan? Kemana saja selama 10 tahun?.
“Tugas Komisaris sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah mengawasi Direksi, lalu jika baru melaporkan di 2021, apakah selama 9 tahun tidak menjalankan tugas sebagai Komisaris?,” jelasnya.
Menurut Fransiska, Mimihetty Layani kan istri pemilik Kapal Api, sedangkan Christeven Mergonoto adalah anak pemilik Kapal Api yang kuliah di Amerika, apakah sebodoh itu sampai selama 9 tahun tidak mengawasi perusahaan yang mereka dirikan atau pura-pura bodoh, karena ada maksud terselubung?.
“Istri pemilik Perusahaan Kapal Api, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto mau untung, tapi tidak mau rugi dalam berbinis dan menimpakan kesalahan itu kepada orang lain,” tandasnya menyindir.
Kepala Bidang (Kabid) Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm, Sugi menambahkan, Mimihetty melaporkan para Direksi karena dianggap merugikan modal setor. Hal itu, dipandang sebagai alasan dan taktik keji mencari kambing hitam. Sebab, usaha dagang bisa untung dan bisa rugi, bahkan 90 persen perusahaan baru akan gagal dalam 2 tahun pertama.
“Kesimpulan kami, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto ingin mendapatkan untung dengan memutarkan uangnya, namun ketika rugi tidak bisa menerima. Namanya bisnis itu bisa untung dan bisa rugi. Jika tidak mau rugi yah jangan bisnis tapi taruh uangnya di deposito bank saja,” tutur Sugi.
Masih kata Sugi, dengan kejamnya, Mimihetty Layani dan Christeven Mergonoto yang tidak mau terlihat bodoh karena gagal menjalankan usaha. Mereka kemudian melaporkan para Direksi perusahaan yang dari awal hanyalah boneka bagi Mimihetty dan Christeven untuk jadi kambing hitam dari ketidakpiawaian Mimihetty dan Christeven Mergonoto dalam menjalankan usaha.
“Dugaan kami diperkuat dengan adanya laporan polisi Christeven Mergonoto terhadap Christian Halim yang dituduhkan penggelapan dan penipuan ketika mau menagih sisa hutang Christeven Mergonoto atas pembangunan infrastruktur usaha tambang,” ungkap Sugi.
Usaha Kopi Kapal Api yang terlihat besar dan megah rupanya tidak berdampak pada pengelolaan perusahaan lainnya dari keluarga Soedomo-Mergonoto.
“Benar Kapal Api Group besar dan menguntungkan, namun dalam industri lain terlihat pemilik Kapal Api ini tidak mampu mengikuti jejak Kopi Kapal Api, sehingga mengalami kerugian,” lanjut Sugi.
Dikatakan Sugi, awalnya, para Direksi PT. KK menghubungi LQ Indonesia di 0817-489-0999 setelah sebelumnya melihat bahwa LQ Indonesia Law Firm menangani kasus melawan Kapal Api di Surabaya, lalu memberikan kuasa ke LQ.
Para Direksi PT. KK, tambah Sugi, selama ini hanya bertahan dan berdiam diri dan LQ Indonesia Law Firm menyarankan bahwa oknum Komisaris Mimihetty dan Christeven itu tidak akan berhenti apabila tidak dilaporkan balik.
“Dalam bisnis PT. KK kerugian sebuah usaha tidak bisa disalahkan hanya kepada Direksi, namun merupakan tanggung jawab atau tanggung renteng dengan Komisaris selaku pengawas perusahaan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” pungkas Sugi yang juga lawyer dari LQ Indonesia Law Firm. (Sofyan)