BERITA JAKARTA – Pengamat politik digital Bambang Arianto, menilai pernyataan Profesor National University of Singapore, Kishore Mahbubani yang memuji Jokowi sebagai sosok pemimpin jenius, terlalu subjektif.
Pasalnya menurut peneliti Institute for Digital Democracy (IDD) pernyataan ini lebih tepat diutarakan oleh relawan maupun pendukung setia Jokowi bukan dari seorang figur akademisi. Sejatinya akademisi itu tentunya harus objektif dalam memberikan sebuah kesimpulan.
“Jelas pernyataan ini bisa merusak kaidah-kaidah ilmiah karena indikator yang digunakan dalam menyimpulkan kepemimpinan politik semakin tidak jelas,” kata Bambang kepada Beritaekspres.com, Rabu (13/10/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apalagi, sambung Bambang, di media sosial, tentu ini akan berbahaya karena publik seolah dipaksa untuk mempercayai bahwa kepemimpinan Jokowi seratus persen berhasil memuaskan rakyat.
“Tentu ini akan menutupi beberapa kelemahan kepemimpinan Presiden Jokowi terutama dalam beberapa hal,” jelasnya.
Sebut saja, lanjut Bambang, terkait pelembagaan demokrasi, perlindungan HAM, anti korupsi yang di era Presiden Jokowi justru mengalami penurunan yang drastis.
“Coba lihat indeks demokrasi kita yang turun, kemudian corruption perception index juga makin terpuruk. Kenapa indikator ini tidak dilihat? Padahal penilaian ini dalam konteks kepemimpinan politik,” ungkapnya.
Memang, tambah Bambang, bila dikomparasi dengan model kepemimpinan sebelumnya Presiden Jokowi cukup berhasil dalam mengenjot infrastruktur dan memperbaiki birokasi yang selama ini tersumbat.
“Tapikan dalam menilai kepemimpinan politik tidak bisa kita melihat dari satu indikator saja,” pungkasnya. (Indra)