BERITA BEKASI – LSM Solidaritas Transfaransi Intelektual Pemerhati Indonesia (Sniper) Indonesia, tengah menyoroti program sarana penunjang pendidikan dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun Anggaran 2020, terkait pembangunan 488 WC disetiap sekolah yang nilainya cukup fantastis yakni, Rp98 miliar.
“Belakangan ini, publik dihebohkan dengan viralnya pembangunan WC mewah yang setiap unitnya proyek pembangunannya mencapai Rp200 jutaan,” kata Ketum LSM Sniper, Gunawan kepada Matafakta.com, Senin (9/12/2020).
Untuk itu, sambung Gunawan, pihaknya menerjunkan Tim Investigasi guna menelusuri akan kebenaran kabar terkait pembangunan WC yang nilainya cukup fantastis tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita sudah dapat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Detail Engineering Design (DED) atau Rencana Gambar Kerja dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta dokumen pelaksanaan pembangunan WC,” jelasnya.
Dikatakan Gunawan, untuk membangun sebuah WC mewah sekalipun yang mencapai anggaran Rp200 jutaan perunit adalah harga yang tidak masuk akal kalau dihitung berdasarkan harga satuan barang.
“Ukuran bangunan WC itu hanya 3,50 m x 3,60 m berdinding hebel dan ditambah dengan 2 unit pompa,” sindirnya.
Selain itu, lanjut Gunawan, dalam RAB harga satuan barang juga janggal yang disinyalir adanya markup anggaran dalam program proyek Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bekasi tersebut.
“Bayangkan, kloset jongkok setara Toto dihargakan sebesar Rp838.900 per buah, bahkan untuk Urinoir setara Toto dihargakan sebesar Rp3.388.300 perbuah, termasuk harga satuan lainnya juga fantastis,” ungkap Gunawan.
Gunawan mengingatkan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 04 Tahun 2015 tentang Perubahan
Selanjutnya, Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5655.
Dalam aturan itu, sangat gamblang menjelaskan bahwa tertuang pada Pasal 2 Perpres No.54 Tahun 2010 yaitu, Pengadaan Barang Jasa dilingkungan KLDI yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN dan APBD.
“Saya khawatirkan sebenarnya adalah jebakan hukum dari pelaksanaan ini, karena dengan pertanyaan sederhana saja, maka penerima bantuan sudah sulit untuk menjelaskan,” imbuhnya.
Pasal 5 dengan tegas juga menjelaskan bahwa dengan menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil, tidak diskriminatif dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses Pengadaan Barang dan Jasa.
“Karena hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan,” ulasnya.
Apalagi, tambah Gunawan, dalam juklak bantuan sering dituliskan “pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan, sehingga apabila pemberi bantuan ditanya maka bisa menjawab dengan jawaban “diplomatis” bahwa pada juknis sudah ditetapkan.
“Jangan sampai pemberian bantuan ini merupakan cara untuk mempercepat “daya serap anggaran” tanpa memperhitungkan konsekwensi hukum yang akan diterima pada masa yang akan datang,” pungkasnya. (Hasrul)