BERITA JAKARTA – Ada apa ya, kok aparat penegak hukum seperti ikut-ikutan ngeluh soal tingkah laku Habieb Rizieq Sihab (HRS) yang terang-terangan melanggar protokol kesehatan Covid-19. Ini baru soal protokol kesehatan Covid-19 bagaimana yang lain?. Hal tersebut dilontarkan pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen.
“Semua kok seperti pada melengos aja melihat berbagai tingkah laku yang dilakukan HRS, penegak hukum seperti putri malu atau siput yang jika disentuh pada ngerucut sembunyikan diri. Hukum kok seperti tak berdaya berhadapan dengan HRS,” sindir Silaen kepada Matafakta.com, Selasa (17/11/2020).
Lebih jauh lagi, Silaen mengatakan, ini preseden buruk buat Negara Hukum yang berdaulat, tapi ‘dikacangi’ oleh orang yang bernama HRS dan kelompoknya. Sebagai penegak hukum, malah seperti kebingungan mau melakukan apa terhadap HRS yang baru pulang dari pengungsian yang kini, sudah banyak memusingkan aparat penegak hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada banyak orang bertanya-tanya mengapa ada pengecualian dalam melakukan penindakan atas pelanggaran misalnya kerumunan yang dilakukan HRS Cs. Kalau yang lain aja gerak cepat langsung ditindak, tapi kok giliran HRS tidak demikian,” kritiknya.
Semua pihak yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penegak hukum selama Covid-19 harus melakukan class action untuk memulihkan nama baiknya, atas diskriminasi hukum yang diterima oleh setiap pelanggar protokol kesehatan diberbagai daerah yang ditindak oleh Satgas Covid-19 dan juga aparat penegak hukum.
“Perlakuan hukum yang tidak Equality Before The Law sangat mencoreng dan menciderai wajah Pemerintah dalam hal ini para institusi penegak hukum yang ambigu. Hukum jelas sepertinya dikangkangi atau kalah oleh HRS Cs, kok bisa!,” sindir Silaen lagi.
Dikatakan Silaen, pertanyaan mendasar tersebut yang harus segera dijawab aparat penegak hukum di Indonesia agar tidak terjadi pembiaran yang berlarut-larut yang dapat merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum dan wibawa Pemerintah.
“Kalau sudah begini, maka protokol kesehatan Covid-19 itu segera dibubarkan oleh Pemerintah, karena memalukan alias mandul, sebab tak berdaya berhadapan dengan HRS dan kelompoknya,” imbuh Silaen.
Menurut Silaen, dari pada makin dicibir oleh publik, maka semua pelanggar protokol kesehatan diberbagai daerah yang mendapatkan tindakan hukum terkait protokol Covid-19 harus segera dipulihkan nama baiknya, sebab hukum tak boleh diskriminasi.
Dalam hukum positif, tambah Silaen, tak mengenal ‘standar ganda’, hukum itu tak pandang bulu, jadi kalau hukum sudah diskriminasi maka rusak sudah wibawa penegak hukum (pemerintah) dimata rakyat (nya) Indonesia.
“Jelas sudah bahwa hukum itu hanya tajam kebawah tumpul keatas yakni kepada orang yang dianggap kuat karena punya pengikut banyak malah terlihat ada ketakutan aparat penegak hukum dalam mengambil tindakan, kalau yang lemah atau sedikit pendukung atau pengikut langsung disikat,” pungkasnya. (Indra)