BERITA JAKARTA – Batalnya rencana aksi demonstrasi warga Muara Baru Jakarta Utara yang menuntut tindaklanjut proses hukum terhadap pengusaha kapal Budi bersama anak buahnya yang membuat dan menyebarkan video hoaks terkait wabah virus Corona atau Covid-19 diwarnai tudingan adanya pengkhianatan.
Kepada Matafakta.com, Ketua RT.19 warga Muara Baru, Tarsono membantah jika dirinya bersama beberapa warga yang menandatangani pembatalan rencana aksi demo tersebut, merupakan sebuah pengkhianat terhadap niat perjuangan warga yang ingin minta hukum ditegakkan.
“Maaf, saya tidak pernah mengkhianati warga. Saya ini selaku Ketua RT dan bertanggung jawab terhadap kepentingan warga, terutama warga diwilayah RT.19. Apa yang saya lakukan bukanlah sebuah penghianatan,” kata Tarsono, Rabu (2/9/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebab sambung Tarsono, karena ketidaktahuannya secara rinci terhadap rencana aksi demo warga yang akan didilaksanakan di depan Gerbang Pelabuhan Muara Baru pada Senin 31 Agustus 2020.
“Pada dasarnya, saya mendukung karena terkait penegakan hukum, tapi sebagai seorang Ketua RT tentu tahu apa yang akan dilakukan dalam suatu rencana aksi seperti izin dan pemberitahuan aksi, Sehingga, ketika ada yang bertanya seperti aparat tahu jawabannya,” jelas Tarsono.
Tarsono pun merasa seolah diadili warga, karena Tasono, Mile dan Roni ikut dalam pernyataan pembatalan demo dengan Kapolsek Kawasan Muara Baru, AKP Seto Handoko Putra, Kepala Pelabuhan Muara Baru, Rahmat Irawan dan Budi (penyebar video hoax virus Corona).
Informasi yang berhasil dihimpun, untuk menggagalkan aksi demonstrasi tersebut, Budi sebagai penyebar hoax, telah berupaya melobi Kapolsek, Polres dan Kepala Pelabuhan juga mengumpulkan massa untuk mengkanter rencana aksi demonstrasi yang rencananya berlangsung Sabtu hingga Minggu.
Selain itu, ada pernyataan salah seorang warga, Juned yang menyatakan, bahwa mereka bisa mendatangkan 500 massa untuk demo, maka akan saya turunkan massa 1000 orang,” ucap Roni menyampaikan pernyataan Juned pada saat rapat dengan Kapolsek dan warga yang tengah berkumpul.
Padahal, dalam surat pemberitahuan aksi demo yang disampaikan ke Polda Metro Jaya, jumlah peserta aksi adalah 500 orang. Pernyataan Junet yang akan menghadirkan massa 1000 orang itu, cukup menggetarkan sebagian warga, sehingga timbul keraguan dalam rencana atau pelaksanaan aksi demonstrasi tersebut.
“Saya tidak mau berbenturan atau terjadi benturan dengan massa preman. Kita mau aksi demonstrasi itu secara damai, tidak mau ada keributan atau kericuhan dalam aksi tersebut,” ujar Ketua Koordinator Aksi, M. Yusuf, sehingga aksi ditunda.
“Saya tidak perduli dengan ancaman itu. Meskipun saya dengan sejumlah teman akan tetap aksi. Kita menuntut penegakan hukum. Kita berjuang demi tegaknya hukum,” tambah Yusrah selalu anggota teras tim menyikapi pendapat Yusuf dan Sukri.
Pendapat dan pernyataan Yusrah itu didukung Thomson selaku Humas juga selaku pelopor perjuangan dalam melakukan aksi rencana demo di depan Gerbang Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara.
“Terkait keamanan, kita sudah membuat laporan aksi kepolda Metro Jaya. Jadi saya pikir kita tidak perlu takut dalam aksi ini. Kita sudah lagal, jika ada aksi tandingan itu urusan kepolisian,” tegas Thomson.
Sebab lanjut Thonson, penyampaian pendapat dimuka umum adalah hak setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, aksi kita telah dalam perlindungan hukum terkait rencana atau pelaksanaan aksi.
Thomson pun tidak ingin Kepolisian tajam kebawah tumpul keatas dalam proses penegakkan hukum terhadap penyebaran video hoaks tentang wabah virus Corona yang dilakukan Budi seorang pengusaha kapal ikan di Kawasan Pelabuhan Muara Baru.
“Seolah keadilan hanya milik kelas atas yang tidak pernah menyentuh masyarakat bawah. Masyarakat bawah cukup hanya dengan dininabobokan,” sindir Thomson.
Dikatakan Thomson, penyebaran Covid-19 semakin meluas dan penyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa, kerugian harta benda, dampak psikologi pada masyarakat yang sangat menakutkan, resah dan gelisah atas dampak penyebaran video hoaks virus Corona tersebut.
“Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, di hukum dengan hukuman penjara, setinggi tingginya 10 tahun penjara,” imbuh Thomson.
Demikian juga lanjut Thomson, diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks dan menyesatkan ada hukumannya.
“Pada Pasal 45 Ayat (2) setiap orang yang memenuhi unsur sebagaiman dimaksud Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp1 Miliar,” tegasnya.
Oleh karena itu, tambah Thomson, berdasarkan hukum tersebut warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, pekerja atau buruh, nelayan, dan segenap warga disekitar Muara Baru menuntut dan mendesak kepada Kepolisian Republik Indonesia segera memproses tindakan hukum terhadap Budi, secara transparan. (Dewi)