Pengusaha Tambang Soroti Dua Pasal Revisi UU Minerba

- Jurnalis

Jumat, 22 Mei 2020 - 11:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Naldy N Haroen

Naldy N Haroen

BERITA JAKARTA – Terkait UU MINERBA, pengusaha tambang asal Indonesia, Naldy N Haroen mendukung langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang akan melakukan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau Minerba.

Menurut Naldy, ada dua pasal yang sangat krusial dan dirasa merugikan pengusaha tambang, sehinga, UU MINERBA tersebut harus segera direvisi.

Naldy memberikan dua contoh pasal yang dirasa merugikan pengusaha tambang itu. Pertama, dalam UU Nomor 4 tahun 2009 untuk mendapatkan ijin tambang harus melalui lelang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara, lanjut Naldy, tambang itu adalah barang dalam tanah, bagaimana mungkin dilelang barangnya nggak kelihatan dan belum tahu cadangan depositenya berapa.

“Harus dilakukan explorasi dulu oleh konsultan yang diakui dunia. Lantas siapa yang akan membiayai biaya explorasi mahal itu,” terangnya kepada Matafakta.com, Jumat (22/5/2020).

Hal itu sambung Naldy, tidak ada Juklaknya, sehingga apa yang terjadi selama ini? Dengan adanya ijin tambang baru yang keluar yang tanggalnya dibuat mundur sebelum tahun 2009.

“Pasal ini perlu dikaji kembali untuk dirubah. Tidak mungkin tambang bisa dilelang,” ulas Koordinator Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.

“Tidak akan ada investor yang mau kalau data-data cadangan depositenya nggak jelas. Ini akan menghambat sektor usaha pertambangan dan membuka peluang untuk pejabat bermain,” tambahnya.

Baca Juga :  Tongkat Estafet Pimpinan Forwaka Beralih ke  Jurnalis SIB

Masalah kedua, lanjut Naldy Haroen, mengenai ijin tambang yang ditarik ke pusat. Ini juga hal yang sangat merugikan pengusaha tambang. Kenapa?, karena hal ini sudah bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah (Otda) dan jelas memperpanjang jalur birokrasi.

“Usaha tambang ini umumnya ada di Kabupaten, sehingga jalur birokrasinya pendek. Sekarang dengan adanya semua urusan di Provinsi, bayangkan untuk urusan sepotong surat saja, pengusaha tambang harus menempuh jarak ratusan kilometer,” jelasnya.

Dia mencontohkan, dalam hal untuk dokumen pengapalan harus ada LHV (Laporan Hasil Verifikasi)  dari surveyor. Untuk mendapatkan LHV tesebut, harus ada surat rekomendasi dari Dinas ESDM Provinsi. Dimana sebetulnya ketentuan ini tidak dalam surat edaran Dirjen Minerba.

“Tetapi Pemda membuat aturan sendiri dengan surveyor berdasarkan rapat koodinasi dengan Gubernur. Ini aneh bin ajaib,” sindirnya.

Menurut Ketua Lembaga Pemantau Prijinan & Birokrasi Indonesia (LP2BI) ini, masalah ijin pertambangan harus dikembalikan ke Kabupaten dengan sanksi yang lebih berat.

“Kalau ada Bupati yang membuat kekeliruan dalam mengeluarkan ijin, sanksinya tidak cukup hanya dengan kesalahan administrasi saja, tapi diberikan sanksi pidana. Ini salah satu solusi,” katanya.

Pria yang juga berprofesi sebabagi advokat ini memberi gambaran, dulu banyak Bupati yang mengeluarkan ijin tambang tumpang tindih lokasinya. Padahal, semua sudah mendapatkan C&C (clear & clean). Artinya, kalau sudah dapat status tersebut harusnya tidak ada lagi tumpang tindih. Tapi kenyataannya ada. Siapa yang salah? Bupati yang mengeluarkan ijin tambang, tapi C&C nya di pusat (Minerba).

Baca Juga :  LP Satu Tahun Mandek, LQ Indonesia Law Firm Simbangi Bareskrim Polri

“Dan pada saat itu oknum-oknum di Kabupaten dengan mudahnya memperjual belikan ijin tambang, sehingga Bupati dianggap sudah menjadi raja kecil di daerah. Makanya Pemerintah pada saat itu Menteri ESDMnya, Jero Wacik memindahkan semua perijinan tambang ke Provinsi. Ini keliru besar! Tidak sesuai,” urainya.

Dia juga menyoroti soal adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (TPSP) yang hinģga kini belum bekerja secara maksimal.

“Kalau dilihat dari teorinya sih bagus, tapi pada pelaksanaannya sangat tidak efektif. Kenapa? PTSP itu hanya sebagai loket tempat orang menyerahkan permohonan perijinan saja. Kemudian PTSP, menyerahkan dokumen tersebut ke Departemen atau Dinas terkait untuk pembahasan secara teknis,” imbuhnya.

Hal ini pun tambah Naldy, mamakan waktu lama karena harus menunggu hasil evaluasi secara teknis dari Departemen atau Dinas terkait.

Naldy berharap dengan adanya arahan Presiden Jokowi yang ingin memotong dan memperpendek jalur perijinan bisa mempermudah para pengusaha tambang untuk mendapatkan ijin.

“Dengan adanya semua ijin di tingkat Provinsi malah sangat memperpanjang jalur birokrasi. Jadi kami minta arahan Presiden harus dijalankan dengan cepat dan tepat. Kembalikan ijin tambang di Kabupaten,” pungkas Naldy Haroen. (Stave)

Berita Terkait

LP Satu Tahun Mandek, LQ Indonesia Law Firm Simbangi Bareskrim Polri
Tongkat Estafet Pimpinan Forwaka Beralih ke  Jurnalis SIB
Hati-Hati, Coblos Semua Paslon Pilkada Bisa Dipidana
Quotient Group Resmi Buka Cabang Quotient Center Kemayoran
Diduga PT. Siemens Undang Polisi Hadang Aksi Unjukrasa PT. PSB
Sakti Manurung Bakal Duduk Jadi Kepala Cabang Quotient Center Kembangan Jakbar
Tanpa Konteks Makna “Apalah Arti Sebuah Nama” Shakespeare Disalahpahami
Jaksa Agung Lantik Patris Yusrian Jaya Sebagai Kajati DKJ
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 2 Desember 2024 - 13:19 WIB

LP Satu Tahun Mandek, LQ Indonesia Law Firm Simbangi Bareskrim Polri

Minggu, 1 Desember 2024 - 16:00 WIB

Tongkat Estafet Pimpinan Forwaka Beralih ke  Jurnalis SIB

Sabtu, 9 November 2024 - 13:56 WIB

Hati-Hati, Coblos Semua Paslon Pilkada Bisa Dipidana

Jumat, 1 November 2024 - 17:18 WIB

Quotient Group Resmi Buka Cabang Quotient Center Kemayoran

Kamis, 31 Oktober 2024 - 23:59 WIB

Diduga PT. Siemens Undang Polisi Hadang Aksi Unjukrasa PT. PSB

Berita Terbaru

Foto: Kantor Kejari Blitar

Berita Daerah

Sambut Harkodia 2024 Kejari Blitar Ingatkan Tata Kelola Anggaran

Jumat, 6 Des 2024 - 22:58 WIB