BERITA JAKARTA – Untuk mengejar stop impor BBM yang ditargetkan pada tahun 2026, Pertamina terus mengebut pengembangan kilang proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan kilang baru proyek Grass Roof Refinery (GRR).
Nantinya kapasitas kilang yang saat ini 1 juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta barel per hari, sehingga Pertamina menargetkan memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa ketergantungan dengan impor.
“Pembangunan Kilang Balikpapan yang progressnya sudah lebih dari 13 persen, tahun ini ditargetkan mencapai 40 persen. Sementara target pembangunan Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kita akan terus kebut, demi kepentingan nasional,” tegas Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, Senin (2/3/2020).
Menurut Fajriyah, kilang dibangun dengan teknologi tinggi, yang bisa mengolah berbagai jenis crude, serta memiliki fleksibilitas tinggi untuk mengubah mode kilang menjadi petrokimia.
Pertamina memiliki target untuk menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik. Industri petrokimia sendiri memiliki potensi bisnisRp 40-50 triliun per tahun.
Besarnya peluang bisnis migas, menjadikan megaproyek RDMP dan GRR telah menarik para investor dunia untuk menanamkan modalnya, bahkan tak sedikit yang meminta menjadi mitra strategis.
“Pada Kilang Balikpapan saja ada sekitar 40 perusahaan yang meminta menjadi mitra kepada Pertamina, sehingga kita lakukan seleksi secara ketat. Begitu juga di kilang Balongan dan kilang lainnya,” imbuh Fajriyah.
Negosiasi dengan mitra bisnis dan investor, tambah Fajriyah, berjalan dengan baik. Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya.
“Negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut dan solusinya adalah menerapkan skema seperti pada Kilang Balikpapan dengan cara toll fee untuk kilang lama, namun tetap berpartner untuk kilang baru di Cilacap,” ujar Fajriyah.
Selain itu, tambah Fajriyah, Pertamina dan Mubadala, perusahaan investasi asal Uni Emirat Arab telah menandatangani perjanjian kejasama dalam rangka memastikan percepatan pengembangan RDMP Balikpapan.
Proyek RDMP Balongan, saat ini sudah menerapkan dual feed competition, sehingga realisasi proyek bisa selesai satu tahun lebih cepat dari jadwal. Studi kelayakan (feasibility study) RMDP Balongan tahap I sudah dilakukan dan dilanjutkan dengan penetapan dan pengadaan lahan.
Untuk tahap II, sedang dilakukan studi kelayakan. Pada Januari 2020, Pertamina dan ADNOC (Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi) bersepakat menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan, Jawa Barat.
Sementara Kilang Cilacap, setelah selesai Proyek PLBC, kini RDMP Cilacap sedang melakukan finalisasi skema bisnis seperti yang dilakukan di Kilang Balikpapan.
Kerjasama pembangunan kilang bekerjasama dengan Saudi Aramco dengan cara leasing. Aramco juga sudah sepakat untuk berpartner dalam membangun kilang baru di Cilacap.
RDMP Dumai dalam tahap penawaran kepada investor dan pada Januari 2020 direncanakan dilakukan tender revisit Bankable Feasibility Study (BFS).
Untuk GRR Tuban, Pertamina dan Rosneft telah menandatangani kontrak desain dengan kontraktor terpilih, pada 28 Oktober 2019.
Saat ini telah dimulai pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). Selain itu, telah dilakukan konstruksi fasilitas pendukung dan persiapan lahan restorasi sekitar 20 ha di pesisir pantai.
“GRR Tuban, pembebasan lahan milik masyarakat telah mencapai 153 ha atau 98 persen lebih dari total lahan warga yang sudah setuju untuk pembangunan kilang dan saat ini telah memasuki proses pembayaran kompensasi,” pungkas Fajriyah. (Usan)
BeritaEkspres Group