BERITA BEKASI – Kuasa hukum warga terkait sengketa lahan Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP) yang berlokasi di RW014, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Djoko S Dawoed, prihatin atas dilibatkannya para mahasiswa STMIK Mikar Bekasi, kampus milik Suroyo yang melakukan aksi dilokasi sidang lapangan, Jumat (10/1/2020).
Menurut Djoko, tidak seharusnya mahasiswa yang notabene pelajar dilibatkan atas persoalanya yang mereka tidak ketahui atau tidak mereka dipahami. Dalam aksinya, mereka mahasiswa STMIK Mikar milik Suroyo menyuarakan bahwa lokasi tanah calon kampus mereka telah dirampas dan mereka menutut keadilan dengan membawa berbagai macam tulisan.
“Dirampas kata aksi mahasiswa itu. Lalu, kita kembali bertanya yang merampas siapa? kok tanah milik Negara dirampas. Karena warga disini juga tidak merasa miliki mereka, justru mereka ingin menyelamatkan lahan milik pemerintah berupa lahan fasos-fasum Perumahan,” jelas Djoko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harusnya kata Djoko, jadi mahasiswa itu harus kritis melihat persoalan, bukan menuruti kemauan tuanya sebagai pemilik kampus yang mengklaim bahwa lokasi lahan fasos-fasum milik Pemerintah itu, merupakan miliknya, sehingga kejadian ini, tidak mengedukasi para mahasiswa sebagai anak didiknya.
“Ini, sangat kacau dan sangat menyedihkan ya?, dimana para mahasiswa ini dilibatkan kedalam persoalan yang mereka tidak pahami. Para mahasiswa inikan anak baru kemarin sore. Sedangkan persoalan ini, sudah 30 tahun silam ya mana mereka ngerti, kasian” sindir Djoko.
Dijelaskan Djoko, persoalan ini bermula, ketika tiba-tiba muncul 2 Sertifikat Hak Milik (SHM) yakni, SHM No. 8793 dengan luas tanah 2.910 M2 dan SHM No. 8794 dengan luas tanah 5.240 M2 atas nama, Bhoen Herwan Irawadi berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No. 76.ABP.23/V/1988 tertanggal 12 Januari 1988.
Terkait persoalan itu lanjut Djoko, warga Perumahan BKP bersama Ketua RW014 ketika itu, H. Toto Istianto, lalu membentuk Tim Investigasi Warga untuk mencari tahu kebenaran tentang AJB No. 76.ABP.23/V/1988 tertanggal 12 Januari 1988 yang melahirkan dua sertifikat atas nama Bhoen Herwan Irawadi tersebut.
“Ternyata, Kelurahan setempat dan Camat ketika itu, tidak mengakui atau tidak pernah merasa menandatangani AJB yang dimaksud dilokasi yang memang sudah tercatat atau dinyatakan sebagai lokasi lahan fasos-fasum Perumahan BKP tersebut,” kata Djoko.
Bahkan hal itu sambung Djoko, sudah diakui Sekretaris Kelurahan (Sekel) dan Camat, ketika memberikan keterangan di Polda Metro Jaya (PMJ) atas laporan hasil Tim Investigasi Warga Perumahan BKP. Namun, sayangnya, laporan warga itu sampai sekarang belum dituntaskan penyidik Polda Metro Jaya.
“Ketika, persoalan ini ramai, BPN sendiri waktu dipanggil DPRD Kabupaten Bekasi mengaku kecolongan. Kerna persoalan sempat sampai ke DPRD. Karena tidak tuntas penyelesaiannya baik di Polda atau Pemerintah, sehingga, H. Toto sebagai Ketua Investigasi dipolisikan dan terhukum lah selama, 2 bulan 22 hari,” ungkap Djoko lagi.
Namun tambah Djoko, Kasasi Mahkamah Agung (MA), H. Toto Istianto dibebaskan, karena tidak terbukti apa yang telah dituduhkan. Karena, memang kliennya, H. Toto korban kezholiman hukum agar orang-orang yang ingin membela lahan fasos-fasum khususnya bagi warga Perumahan BKP mundur, sehingga lahan dapat dikuasai.
“Tujuannyakan jelas kenapa klien saya H. Toto dipolisikan. Nah, sekarang Ketua RW014 penganti H. Toto yakni Sutaryo Teguh juga dipolisikan dan sudah berstatus sebagai tersangka di Polres Metro Kabupaten Bekasi. Awas, hati-hati, karena H. Toto sudah dinyatakan tidak bersalah,” pungkasnya. (Indra)