BERITA BEKASI – Menarik jika membahas adanya laporan terkait kerjasama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dengan Foster Oil & Energy Pte Ltd (FOE) sebagai Mitra Kerjasama Operasional (KSO) atau Joint Operation Agreement (JOA).
Hal itu dikatakan Ketua Jaringan Nusantara Watch (JNW), Indra Sukma yang menyoroti gencarnya dorongan dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kota Bekasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam laporannya ke KPK bahwa PT. Foster Oil Energy diperintahkan agar membayar uang kerugian kepada pihak Pemkot Bekasi sebesar Rp12 miliar,” terang Indra, Selasa (13/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sehingga, kata Indra, hal tersebut menimbulkan opini negatif bahwa adanya dugaan korupsi atau Kerugian Keuangan Daerah dalam kerjasama antara Foster Oil & Energy dengan Pemkot Bekasi melalui BUMD-nya yakni, PD. Migas Kota Bekasi.
“Padahal sebaliknya, dalam sengketa di Pengadilan justru Foster Oil & Energy yang menggugat Pemkot Bekasi sebesar Rp11,3 miliar berikut Financial Support dan pajak. Bukan kerugian kepada pihak Pemkot Bekasi. Ini salah baca data dan salah alamat malah menjadi fitnah,” jelas Indra.
Financial Support (FS) yang dimaksud adalah bantuan keuangan berupa pinjaman atau bentuk hutang untuk membantu keperluan PD. Migas Kota Bekasi kala itu 2010-2021, sebelum berubah menjadi PT. Migas (Perseroda) tahun 2022.
Selama 2010-2021, PD Migas mendapat pinjaman berupa Financial Support. Untuk tahun 2010-2013 sudah diputihkan sebesar Rp5 miliar lebih.
Dan untuk tahun 2015-2021 total sebesar Rp8,3 miliar. Financial Support ini akan lunas dengan pembayaran dari dana bagi hasil 10 persen dengan Foster Oil & Energy dari tahun 2017, setelah sumur tersebut produksi.
Indra melanjutkan, dalam perjanjian diluar 10 persen deviden atau keuntungan yang diberikan Foster Oil & Energy ada Financial Support yang bersifat pinjaman atau hutang untuk membantu keperluan PD. Migas Kota Bekasi.
“Selama ekploitasi belum menghasilkan, maka diberikanlah Financial Support-nya sudah duluan Rp200–250 juta perbulan selama 11 tahun. Jadi, Financial Support itu dikembalikan dari dana bagi hasil dengan Foster Oil. PD. Migas Kota Bekasi saat itu boleh dibilang makan gaji buta,” sindirnya.
Sehingga, lanjut Indra, jika ditotal tambah pajak jadi sebesar Rp11,3 miliar itulah yang digugat wanprestasi atau ingkar janji Foster Oil & Energy ke Pemkot Bekasi (PD. Migas Kota Bekasi) yang berujung ke Pengadilan sampai Kasasi Mahkamah Agung (MA).
“Harusnya bersyukur dengan adanya putusan MA yang mengakhiri sengketa kedua belah pihak Foster Oil & Energy dengan Pemkot Bekasi, sehingga tidak perlu membayar Rp11,3 miliar tersebut,” ujar Indra.
“Dan sebelumnya sudah ada dading sebelum putusan itu bahwa bagi hasil untuk PD. Migas meningkat menjadi 20 persen secara bertahap,” tambahnya.
Masih kata Indra, jadi terbalik jika pemahaman salah satu LSM yang gencar melaporkan ke KPK justru mempertanyakan Rp11,3 miliar Foster Oil & Energy yang harus membayar ke Pemkot Bekasi (PD. Migas Kota Bekasi).
Sementara kata Indra, Pemkot Bekasi sendiri tidak menyertakan modal. Hanya tahun 2009 sebesar Rp3,15 miliar dan habis untuk gaji pegawai dan operasional, bukan modal investasi sumur migas yang sekarang dipersoalkan.
“Lahan punya PT. Pertamina trus ngak ikut menyertakan modal, karena semua ditanggung Foster Oil & Energy malah mendapatkan deviden 20 persen sekarang. Lalu kerugian keuangan daerahnya dimana?,” tutur Indra.
Bahkan, tambah Indra, pihaknya mengapresiasi dibawah komando Direktur yang baru PT. Migas Kota Bekasi, Apung Widadi yang bisa membantu menyelesaikan polemik atau sengketa PD. Migas Kota Bekasi sebagai anak muda yang cerdas dan profesional.
“Luar biasa harusnya diapresiasi bukan sebaliknya malah PD. Migas Kota Bekasi denga Foster Oil & Energy dilaporkan ke KPK. Sebaliknya justru akan mengancam kerjasama yang ada dan cenderung fitnah,” imbuhnya.
Setor deviden setiap tahun ke PAD Kota Bekasi. Perusahaan dari hampir dibubarkan menjadi terbaik mendapat banyak penghargaan. Trus apa yang mesti diributkan. Sebaliknya justru mengancam kerjasama yang ada, cenderung fitnah dan merugikan.
“Bahkan dari 10 persen sekarang deviden-nya naik 20 persen tanpa penyertaan modal dari APBD Kota Bekasi dan bisa setor deviden setiap tahun ke PAD Kota Bekasi,” ulasnya.
Bayangkan, perusahaan dari hampir mau dibubarkan menjadi terbaik dan mendapat banyak penghargaan serta kunjungan dari Pemerintah Daerah lain ke PD. Migas Kota Bekasi ingin belajar cara dalam pengelolaan migas.
“Trus apa yang mesti diributkan. Sebaliknya justru bakal mengancam kerjasama yang ada dan dapat merugikan pemasukan daerah berupa PAD dari kesertaan dalam pengelolaan Migas Kota Bekasi,” pungkas Indra. (Sofyan)