BERITA JAKARTA – Vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN), Surabaya, tentu saja mengusik rasa keadilan masyarakat.
Pasalnya, vonis tersebut dianggap “janggal”, karena bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya adalah fakta yang ada dilapangan.
Untuk itu, Kejaksaan Agung (Kejagung), menilai Majelis Hakim PN Surabaya dinilai mengabaikan fakta-fakta yang ada dilapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Majelis Hakim lebih melihat kepada bahwa tidak ada saksi. Padahal ada yang meninggal,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Kamis (25/7/2024).
“Jadi pertimbangannya itu terlalu sumir dan tidak melihat dari pada fakta-fakta yang ada dilapangan,” tambah Harli mengulas.
Perlu diketahui, Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik menjatuhkm vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur atas dakwaan pembunuhan terhadap, Dini Sera Afriyanti.
Mantan Kajati Papua Barat itu pun membeberkan fakta dilapangan yang dikesampingkan Majelis Hakim seperti bukti-bukti yang terekam CCTV yang diajukan JPU dipersidangan.
“Saya pun merasa aneh dengan putusan Majelis Hakim yang menyebut bahwa korban Dini meninggal dikarenakan konsumsi alkohol, bukan karena dianiaya terdakwa,” ungkapnya.
Alkohol apa, kata Harli, yang bisa membuat orang meninggal? Kan harus ada dipicu dengan yang lain tidak sekedar mengkonsumsi alkohol.
“Namanya orang dilindas, misalnya dia sudah minum alkohol, tapi yang kita dakwakan soal melindasnya, membunuhnya,” jelas Harli.
Harli memandang sangat sumir bila Majelis Hakim PN Surabaya hanya mempertimbangkan kematian korban, karena efek alkohol.
Lebih lanjut, Harli mengatakan, seharusnya salah satu unsur pidana yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim adalah terdakwa juga sempat melakukan pemukulan hingga melindas korban sebelum akhirnya tewas.
“Niatnya, mensrea sudah melakukan pembunuhan dimana actus reus, dia melindas, dia menampar dahulu. Makanya putusan kali ini agak lain kita melihatnya,” pungkas Harli. (Sofyan)