PILKADA baru akan digelar pada tanggal 27 November 2024. Saat ini konstelasi politik untuk mematangkan siapa suksesor kepemimpinan di Bumi Patriot telah dipersiapkan sejumlah partai-partai politik.
Dipastikan parpol akan berpatokan hasil kursi DPRD saat Pinleg 14 Februari 2024 lalu dengan hasil PKS menjadi jawara 11 kursi, PDIP 9 kursi, Golkar 8, Gerindra 6, PAN 5, PKB 5, Demokrat 2, PPP 2 dan PSI pecah telor meraih 2 kursi.
PKS yang memenangi Pinleg dengan meraih suara 300 ribu lebih menjadi magnet tersendiri. Namun laboratorium politik, sejak Pilkada langsung digelar, PKS baru sekali memenangi, itupun setelah digandeng Golkar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasangan Rahmat Effendi – Ahmad Syaiku, lebih pada realitas figuritas Bang Pepen yang tak tertandingi. Bahkan dalam kontestasi Pilkada sebelumnya, PKS sulit mencari pasangan Wakil yang memiliki daya dongkrak suara.
Pasca Pemilu di Kota Bekasi kali ini hanya ada Anis effek dan Prabowo effek. Sementara Ganjar effek tidak terlihat sehingga membuat kursi dan suara PDIP berkurang. Meski dalam Pilkada koalisi antar parpol lebih cair dan tidak harus linier mengikuti koalisi nasional.
Dampak Ganjar effek yang tidak signifikan membuat mantan Walikota Bekasi Tri Adhianto yang juga Ketua DPC PDIP secara otomatis elektabilitasnya menurun. Dipastikan Mas Tri akan berebut untuk mendapatkan rekom dari DPP PDIP untuk maju Pilkada.
Saat ini sudah berseliweran di medsos nama-nama kandidat dari berbagai kalangan. Dalam era kebebasan demokrasi banyak nama muncul meski secara track record tidak memiliki kompetensi kepemimpinan. Dari tokoh ormas, parpol, birokrat, meramaikan atau sengaja diframing untuk menjajaki maju Pilkada.
Dengan konfigurasi perolehan kursi DPRD memang memungkinkan ada 4 pasangan calon. Namun dilihat peta kekuatan parpol akan ada 2 atau 3 pasang dengan karakteristik koalisi parpol relijius – nasionalis.
Diparpol atas akan ada 3 poros yaitu PKS, PDIP dan Golkar. Parpol tengah dan bawah lebih banyak akan mengikuti deal-deal politik untuk berkoalisi. Mungkin habis lebaran parpol akan membuka penjaringan dan penjajakan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota.
Dari poros parpol atas yang sudah mendapat lampu hijau untuk penjajakan maju yaitu PKS Heri Koswara (DPRD Provinsi Jabar terpilih/Ketua DPD), Ade Puspitasari Golkar (DPRD Provinsi terpilih/Ketua DPD), PDIP mantan Walikota Tri Adhianto (Ketua DPC).
Kemudian juga beredar di medsos nama-nama Sumiyati politisi PDIP, Arif Rahman Hakim (DPRD terpilih dari PDIP), Ahmad Faisal (DPRD Provinsi terpilih PDIP), Faisal (DPRD terpilih Golkar), Aan Suhanda (Wantim Golkar/mantan birokrat).
Sigit Purnomo (Artis Pasca Ungu/DPR RI terpilih PAN), Bambang T Sutopo ( DPRD terpilih Gerindra/Ketua DPC), Sujadmiko (DPR RI terpilih PKB) dan Solihin (DPRD terpilih/Ketua DPC PPP).
Nama – nama yang beredar dari kalangan birokrat yaitu Junaedi (Sekdakot Bekasi), Uuk Syaiful Mikdar (Kadisdik), Kuesnanto Saidi (Dirut RSUD CAM). Namun sayangnya nama kandidat yang muncul belum signifikan dan membuat efek kejut perpolitikan Kota Bekasi.
Pasca Pinleg dan menunggu Pinpres selesai, saat ini safari politik yang dilakukan para kandidat masih malu-malu belum menjangkau emotional vote pemilih-pemilih potensional seperti generasi milenial hingga emak-emak. Padahal politik basis belum bisa berjalan linear tanpa diikuti populisme tokoh.
Jika menilik geopolitik dan episentrum kultur politik, Kota Bekasi dalam beberapa Pilkada langsung, bukanlah basis elektoral partai partai besar. Dalam beberapa Pilkada kandidat yang menang ditentukan figuritas (ketokohan). Figur yang kuat pasti akan dominan dalam politik basis. Itu yang harus dipertimbangkan dan dihitung secara cermat jika ingin menang.
Lagi-lagi geopolitik Kota Bekasi yang masih menempatkan figuritas sebagai basis kemenangan pilkada semestinya menjadi catatan penting dalam memberikan rekomendasi pasangan dari parpol.
Real politik saat ini nilai skor semua kandidat yang akan muncul nol – nol alias belum ada yang semenggah untuk mendekati kemenangan saat kontestasi. Hal tersebut terjadi karena belum ada yang memiliki figuritas elektoral mumpuni dan elektabilitas keterpilihan. Sementara belajar dari Pinleg kemarin membutuhkan finansial politik yang mahal dan personal branding kuat.
Nyok kita tunggu kejutan kejutan Pilkada Kota Bekasi 2024 mendatang.
Penulis: Didit Susilo (Jurnalis politik)