PERHELATAN pemilihan legislatif anggota DPRD Kota Bekasi 2024-2029 tinggal penetapan pleno tingkat KPU Kota Bekasi. Dalam pertarungan elektoral kali ini tidak saja mengandalkan popularitas, elektabilitas, isi tas namun sudah terangan-terangan mengarah cuan, dendam dan kasihan. Pinleg kali ini cacat moral dan brutal. Kok bisa?.
Politik uang di Pemilihan Legislatif (Pileg) makin brutal terang-terangan menggerogi sendi dan esensi demokrasi. Cuan menjadi segalanya dan dendam politik kepada petahana yang kembali maju. Belenggu politik uang semakin menggurita, sadis hingga ke sel-sel pemilih.
Dulu dikenal serangan fajar, kali ini tiada waktu mau malam, sore dan siang bolong menerjang hari tenang. Politik uang telah menjadi api yang membara dalam arena Pinleg, menciptakan pertarungan yang brutal dan penuh kejutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak petahana yang tumbang karena tidak sanggup melakukan saweran. Jikapun memberikan uang transport ke TPS, di tiban timses caleg pendatang baru. Jumlah cuan untuk tendem caleg DPRD, DPRD Provinsi, DPR RI dan Capres bahkan mencapai Rp1 juta untuk satu KK.
Secara kasat mata yang paling sadis dan brutal terjadi di Dapil 3 Kecamatan Rawalumbu-Bantargebang dan Mustikajaya yang menyediakan 11 kursi.
Di Dapil ini, ada petahana yang sudah menjabat 3 periode tumbang. Padahal setiap tahun sang petahana menyalurkan hak konstitusi melalui dana pokir atau aspirasi untuk pembangunan sebesar 2 hingga 3 miliar yang dicover APBD.
Bayangkan dana APBD untuk pembangunan warga dari usulan yang dewan, sekitar Rp30 miliar selama menjabat. Sumbangsih itu harus ditukar dengan cuan cas flo yang kisaran Rp100-Rp.300 ribu yang diberikan timses bayangan caleg pendatang baru.
Pemilih cenderung memilih yang memberikan uang kontan. Akibatnya sang petahana ditinggalkan pemilih dan suaranya tidak signifikan.
Di Dapil ini hampir semua struktur warga mulai LPM, BKM, RW dan RT terlibat bahkan berani membuat kontrak politik. Para petahana juga memanfaatkan mereka dengan mendorong pembangunan melalui aspirasi lebih awal agar suaranya signifikan.
Namun mirisnya pembangunan via aspirasi itu tidak ada dampak bahkan ada caleg yang sudah kontrak politik di satu RW hanya mendapatkan 14 suara di 11 TPS. Untuk Dapil 1 Kecamatan Bekasi Timur – Kecamatan Bekasi Selatan yang menyediakan 10 kursi DPRD.
Pertarungan begitu panas, brutal dan saling menggunakan kekuatas simpatisan. Selisih antar caleg internal yang hanya puluhan harus menyeret Ketua PPK Bekasi Timur dinonaktifkan, karena dituduh menggelembungkan suara pesanan caleg. Tentunya dengan imbalan cuan dan melibatkan calo para mantan penyelenggara.
Di Dapil yang lain juga hampir sama dan hanya modus melakukan serangan fajar yang berbeda.
MODUS KECURANGAN
Praktik beli suara menjadi modus kecurangan konvensional yang kerap berlangsung di tiap Pemilu. Calon anggota legislatif menjanjikan apa yang disebut ‘uang transportasi’ jika pemilih yang berada di dekat lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) memilih dia.
Pemberian ‘uang transportasi’, bakal diberikan lagi begitu pemilih tersebut dipastikan telah mencoblos namanya di surat suara. Jeda istirahat makan siang menjadi waktu paling rawan terjadi kecurangan berupa penggelembungan suara.
Di waktu yang cukup panjang itu TPS tak ada yang mengawasi. Para saksi pun biasanya akan lengah karena ada jam istirahat. Di situlah surat suara yang lebih bisa dicoblos untuk kepentingan pihak tertentu. Begitu juga kecurangan secara berjenjang yang dilakukan oknum PPK, Caleg dan pengurus Parpol.
BAWASLU SEPERTI MACAN OMPONG
Sayangnya Bawaslu Kota Bekasi seperti macan ompong jadi wasit karena hanya menunggu laporan dari para kontestan. Untuk beraksi dengan keberanian dan ketegasan dalam menangani kasus yang diduga melibatkan praktik politik uang atau money politic dalam Pemilu 2024.
Padahal Bawaslu dibekali amanat Undang-Undang Pemilu No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bawaslu memiliki wewenang untuk menindak pelanggaran money politic, termasuk melalui Sentra Gakkumdu.
Tanggapan ini muncul banyaknya laporan yang ujung-ujung tidak memenuhi bukti materi. Jika lebih aktif kemaren pasti Bawaslu dan Gakkumdu bisa tangkap tangan para pelaku serangan fajar.
Seharusnya Bawaslu diberikan tambahan wewenang untuk menindak praktik money politic, yang sering kali sulit untuk dipantau oleh masyarakat.
Praktik politik uang merupakan pelanggaran dalam pemilu, sering kali tidak terselesaikan karena kurangnya bukti atau kebuntuan proses di Sentra Gakkumdu.
Bawaslu harus proaktif dalam mengumpulkan bukti, melebihi fungsi mereka yang tidak hanya terbatas pada penerimaan laporan, tetapi juga investigasi dugaan money politic.
Sebelumnya, Bawaslu telah mengkonfirmasi penerimaan laporan terkait dugaan politik uang dari berbagai pihak. Namun seperti mandeg dan repotnya ada pelapor yang malah mencabut laporannya. Ada apa?. Jika proses Pinleg yang brutal seperti ini, apa mungkin menghasilkan anggota DPRD Kota Bekasi 2024 -2029 yang aspiratif, profesional dan beretika. Kita Tunggu!!!
Penulis Didit Susilo (Jurnalis Politik)