BERITA JAKARTA – CEO LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim sebaiknya masyarakat menunggu keputusan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui real count atau hitungan nyata yang juga kerap muncul sebagai istilah dalam Pemilu.
“Real count adalah sebuah proses pengumpulan informasi oleh ratusan relawan melalui pemantauan langsung saat pemungutan dan perhitungan suara diseluruh Tempat Pemungutan Suara atau TPS yang ada,” terang Alvin menanggapi Matafakta.com, Kamis (15/2/2024).
Cara ini, kata Alvin, dilakukan untuk mengevaluasi kualitas keseluruhan proses Pemilihan Umum. Baik untuk memverifikasi hasil resmi Pemilihan Umum, mengetahui hasil perhitungan suara diseluruh TPS secara akurat, hingga mencegah terjadinya kecurangan dalam Pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jadi real count perhitunganya lewat rekapitulasi berjenjang mulai dari TPS tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan Kota, Provinsi, hingga Pusat. Kalau perhitungan cepat masyarakat masih proses pencoblosan di TPS hasilnya udah muncul,” ujarnya.
Hal itulah, sambung Alvin yang sebagian masyarakat yang kurang paham menjadi patokan yang tidak menutup kemungkinan bisa membuat kekacauan ketika KPU mengumuman perhitungan resminya melalui real count atau perhitungan berjenjang.
“Baiknya masyarakat bersabar tunggu perhitungan resmi KPU dan jangan membuat opini-opini negative atau narasi provokasi ditengah masyarakat. Katanya suara rakyat suara Tuhan, maka tunggu perhitungan resmi dari KPU,” ulasnya.
Sebagai praktisi hukum, Pendiri sekaligus CEO LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim berharap siapapun nanti hasil keputusan KPU yang menjadi Presiden memebenahi penegakkan hukum di Indonesia untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum.
“Hukum itu, hakekatnya hanya berupa teks dan akan berjalan apabila dijalankan oleh manusia dan manusia yang menjalankannya adalah mereka yang dipercaya dan yang diberikan kewenangan oleh Negara,” tegas Alvin.
Masih kata Alvin, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi karut-marut, kondisi krisis diberbagai bidang, termasuk bidang hukum. Hukum yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata sebaliknya.
Efektifitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang melakukan kejahatan kecil. Sedangkan para kejahatan besar seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang lazim disebut penjahat berkerah putih atau white collar crime masih sangat sulit untuk disentuh,” ungkapnya.
Dalam hal ini, tambah Alvin, memang diperlukan keberanian bagi masyarakat khususnya Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menyelesaikan perkara tersebut untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Maka pentingnya untuk menjaga agar ketertiban dalam suatu negara ini benar-benar terwujud harus diperlukan suatu alat perlengkapan negara yaitu Penegak Hukum sebagai sebuah pemeran dalam suatu Negara untuk mempertahankan dan menjaga kedamaian agar terwujudnya kesejahteraan bagi Negara tercinta ini,” pungkas Alvin. (Indra)