BERITA JAKARTA – Sidang kasus korupsi impor garam industri dengan terdakwa Ir. Muhamad Khayam (M. Khayam) kembali ditunda, lantaran Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Eko Arianto berhalangan hadir.
“Sidang dengan terdakwa M. Khayam kami tunda. Sebab Ketua Majelis Hakim berhalangan hadir,” ujar Hakim Tunggal dalam ruang persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Bahkan saat Hakim Tunggal menyatakan ihwal penundaan persidangan kasus korupsi imfor garam industri itu, tidak terlihat Kuasa Hukum, M. Khayam hadir mendampingi kliennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Hakim sidang kasus korupsi yang melibatkan M. Khayam selaku mantan Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) pada Kementerian Perindustrian akan dilanjutkan kembali pada Rabu 13 Desember 2023 mendatang.
Sebagai informasi, bahwa penundaan persidangan korupsi imfor garam industri adalah kali kedua setelah sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Eko Arianto pada Rabu 22 November 2023 pun menundanya.
Pantuan dipersidangan, tampak Jaksa Penuntut Umum telah mempersiapkan sejumlah saksi dari Kementerian Perindustrian yang hadir diruang persidangan.
Sebelum diadili, M. Khayam sempat “bebas” dari jeratan hukum lantaran Jaksa Penuntut Umum belum melimpahkan berkas perkaranya pada saat kelima sejawatnya sudah menjalani proses hukum di Pengadilan.
Kelima terdakwa yang sudah lebih dulu divonis yakni, Fredy Juwono, Yosi Arfianto, Frederik Tony Tanduk, Yoni dan Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan. Mereka telah divonis bersalah serta menjalani hukuman penjara masing-masing selama 2 hingga 3 tahun.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum mendakwa M. Khayam mantan Dirjen IKFT pada Kementerian Perindustrian periode 16 Oktober 2019 hingga 2022.
M. Khayam diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum bersama-sama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, Frederik Tony Tanduk, Yoni dan Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan.
“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memanipulasi jumlah data kebutuhan garam lokal atau konsumsi penambahan kuota impor,” ucap JPU di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat belum lama ini.
“Dan meminta kepada PT. Sucofindo agar dalam melaksanakan verifikasi tidak secara rigid dengan menggunakan data-data tidak benar yang diterima dari PT. Sumatraco Langgeng Makmur,” tambah JPU.
Dengan tujuan kata JPU, hasil verifikasi yang dilakukan PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga kuota impor garam menjadi lebih besar yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.
“Para terdakwa mengetahui hasil verifikasi yang dibuat PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, namun tidak melakukan evaluasi bahkan mengunakannya sebagai data untuk membuat rekomendasi impor komoditas pergaraman Industri kepada PT. Sumatraco Langgeng Makmur tanpa dilengkapi data-data yang benar,” jelas JPU.
Diantara, lanjut JPU, tidak mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri yang bersangkutan dan realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya dan kemampuan kapasitas unit pengolahan garam serta penyerapan garam lokal.
“Kemudian terdakwa M. Khayam bersama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, membuat rekomendasi persetujuan impor komoditas pergaraman industri kepada PT. Sumatraco Langgeng Makmur tanpa mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri serta realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya,” imbuh JPU.
Akibat perbuatan terdakwa M. Khayam bersama Yosi Arfianto, Fredy Juwono, Yoni, Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan dan Frederik Tony Tanduk memanipulasi rencana kebutuhan garam impor mengakibatkan PT. Sumatraco Langgeng Makmur menerima kuota garam impor yang berlebih.
Sehingga, Yoni dan Sanny Tan memperoleh keuntungan dengan cara mengganti kemasan garam impor ke dalam kemasan lokal seolah-olah sebagai produk lokal untuk mengelabui garam yang konsumsi dari garam impor dan dapat diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dari harga garam lokal, sehingga garam lokal tidak laku dan harganya rendah.
Dampaknya, merugikan negara atau perekonomian sebesar Rp7.623.116.842,68 dan merugikan perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp105,09 miliar merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun. (Sofyan)