“Setelah Herry dan Corry, Giliran Bareskrim Panggil Terlapor Maxi Mokoginta Untuk Kasus Tanah Gogagoman”
BERITA JAKARTA – Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah melayangkan panggilan terhadap terlapor Maxi Mokoginta dalam lanjutan pemeriksaan perkara dugaan pemalsuan surat, penggelapan hak atas tanah dan penyerobotan tanah yang terjadi di Kelurahan Gogagoman, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Hal tersebut, disampaikan Advokat Jaka Maulana, SH dari LQ Indonesia Law Firm selaku Kuasa Hukum pelapor sekaligus korban Prof. Ing. Mokoginta di dalam keterangan tertulisnya kepada Matafakta.com, Sabtu (1/4/2023)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemeriksaan terlapor Maxi Mokoginta terkait saksi Reza David Wullur yang pada pokoknya menyatakan bahwa Maxi Mokoginta adalah orang yang mengajukan permohonan penerbitan sertifikat milik para terlapor Stella Mokoginta dan kawan-kawan kepada dirinya pada saat saksi Reza David Wullur menjabat sebagai Ketua RT dilingkungan setempat.
“Iya, sebelumnya kami selaku Kuasa Prof. Ing. dan dr. Sientje mau menyampaikan ucapan terima kasih kepada penyidik yang sampai hari ini masih menunjukkan semangat penuh dalam menangani perkara ini,” Jaka.
“Alhamdulillah-nya tadi kami sudah berkoordinasi dengan penyidik dan mendapatkan informasi bahwa penyidik telah melayangkan panggilan untuk terlapor Maxi Mokoginta. Panggilannya sendiri disampaikan melalui delegasi Polres Kotamobagu dan sudah dikonfirmasi oleh yang bersangkutan,” tambahnya.
Selain melakukan panggilan terhadap terlapor Maxi Mokoginta, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap terlapor Herry Mokoginta dan Corry Mokoginta pada tanggal 30 Maret 2023 lalu.
“Infonya begitu, Herry dan Corry sudah dipanggil dan sudah menghadiri panggilan juga, secara garis besar di dalam keterangannya mereka mengakui soal kepemilikan sertifikat yang kami duga palsu itu, namun katanya begitu mereka tahu ada Putusan PTUN yang membatalkan legitimasi sertifikat mereka, mereka langsung mengembalikan sertifikat itu,” jelas Jaka.
“Buat kami, ini kan hanya sekadar alibi saja, karena secara fakta mereka sempat menjual tanah tersebut, tapi ya…sudahlah, prinsipnya mereka punya kebebasan untuk menyampaikan keterangan apa saja, terlebih lagi mereka ini terlapor juga, punya hak ingkar. Kami tidak akan menanggapi lebih jauh soal itu,” sambungnya.
Terkait rencana untuk melakukan pemeriksaan terlapor Maxi Mokoginta, Jaka juga menghimbau kepada terlapor agar bersikap kooperatif.
“Hadapi saja. Sampaikan faktanya apa adanya, biar terang benderang sekalian ini perkara. Mau berkilah pun rasanya percuma karena konstruksi perkara yang sudah dibangun di Bareskrim ini sudah sedemikian terang dengan keseluruhan bukti-bukti yang ada,” ujarnya.
Keterangan Maxi Mokoginta, menurut Jaka, menjadi amat penting dan krusial, karena dari beberapa saksi yang telah dihadirkan ke hadapan penyidik, didapatkan fakta bahwa yang Maxi Mokoginta adalah orang pertama yang mengurus permohonan penerbitan sertifikat untuk tanah seluas 17,000 meter yang sebetulnya mereka tahu sudah bersertifikat.
“Sedari awal mereka tahu bahwa tanah itu bukan milik mereka, bahkan mereka juga tahu perihal adanya sertifikat hak milik yang tercatat atas nama principal kami di atas tanah itu, tapi mereka tetap lakukan permohonan penerbitan sertifikat. Parahnya lagi, mereka bilang asal tanah itu adalah tanah Negara,” ungkap Jaka.
Padahal di Kotamobagu, tidak ada tanah negara, makanya ketika kemudian di dalam sertifikat mereka itu dicantumkan bahwa asal tanah adalah tanah Negara. Sementara pada faktanya bukan merupakan tanah negara, hal ini patut dikualifikasi sebagai surat palsu, karena tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Sementara itu, Prof. Ing. Mokoginta yang merupakan korban di dalam perkara ini berharap pemeriksaan terhadap terlapor Maxi Mokoginta bisa berjalan lancar tanpa kendala dan penyidik segera memanggil terlapor Stella Mokoginta.
“Sebelumnyakan penyidik sudah pernah dua kali panggil Maxi, tapi terkendala di proses pengirimannya. Sekarang panggilan sudah diterima, kami hanya berharap agar Maxi segera diperiksa, setelah itu penyidik bisa segera melanjutkan proses dengan memanggil Stella Mokoginta,” terangnya.
Jangan ditunda-tunda lagi, kata Prof. Ing. Mokoginta, karena selama perkara ini ditangani Polda Sulawesi Utara, terlapor Stella Mokoginta seolah dilindungi dan tidak tersentuh, kami berkali-kali diperiksa sementara terlapornya belum diperiksa.
“Kalau pola ini terjadi lagi di Bareskrim Polri, kami khawatir hal tersebut akan menjadi preseden yang kurang baik bagi citra kepolisian dan bagi penegakan hukum, makanya kali ini kami berharap betul kepada penyidik agar Stella segera dipanggil,” tegasnya singkat.
Kembali Jaka menjelaskan, perkara ini bermula ketika pada tahun 2017, Sientje Mokoginta dan kawan-kawan mengetahui soal perbuatan para terlapor yang mengajukan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) diatas tanah yang terletak di Jalan Dayanan, Gogagoman, Kota Kotamobagu.
Padahal, tambah Jaka, tanah tersebut sedari awal adalah milik klien kami, berdasarkan SHM terbitan tahun 1980. Makanya kemudian klien kami laporkan tindak pidana itu ke kepolisian, kami juga sudah menempuh upaya pembatalan terhadap SHM milik Stella Mokoginta dan kawan-kawan ke PTUN.
“Dan gugatannya telah dimenangkan oleh klien kami, bahkan putusannya sudah Inkracht sampai tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali atau PK di Mahkamah Agung,” pungkas Jaka.
LQ Indonesia Law Firm
LQ Indonesia Law Firm sebagai Firma Hukum yang terkenal vokal dan berintegritas telah berkomitmen untuk senantiasa mengawal perkara ini. Kepada masyarakat yang memiliki informasi yang berguna terkait perkara ini dapat menghubungi ke Hotline 0817-489-0999 Tangerang, 0818-0489-0999 Jakarta Pusat, 0817-9999-489 Jakarta Barat dan 0818-0454-4489 Surabaya. (Indra)