Surat Terbuka Prof. Otto Cornelis Kaligis: “Para Petinggi Hukum dan Media Pencinta Keadilan”

- Jurnalis

Kamis, 29 Desember 2022 - 14:05 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengacara senior Prof. OC Kaligis

Pengacara senior Prof. OC Kaligis

Dengan segala hormat,

Saya Prof. Otto Cornelis Kaligis, dalam hal ini bertindak baik sebagai Advokat, Praktisi, maupun sebagai Akademisi yang banyak menelurkan para pengacara papan atas, para Cendekiawan Hukum. Sekarang telah menghasilkan kurang lebih 24 gelar doktor hukum yang pernah menjadi asisten saya.

 Bersama surat terbuka ini hendak membuat kilas balik mengenai perkembangan hukum era reformasi:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

  1. Di awal era reformasi, saya dan sekelompok para pengurus advokat dan advokat senior, dengan mengenakan toga advokat berjalan kaki dari Hotel Sari Pacific ke Gedung DPR/MPR.
  2. Seruan dan imbauan kami saat itu agar era reformasi didasarkan pada penegakkan hukum, bebas korupsi dan seruan kami juga merupakan bahagian perjuangan para pejuang Orde Reformasi.
  3. Muncul para pemimpin baru seperti misalnya Amien Rais dan kawan-kawan, Akbar Tanjung eks Menterinya Bapak Presiden Soeharto dan banyak para menteri lainnya yang dibesarkan oleh Bapak Presiden Soeharto.
  4. Padahal para menteri, para petinggi yang di saat era Reformasi berbalik haluan, ketika menjadi menterinya Bapak Presiden, anggota DPRRI/MPR, mereka semua ikut menyetujui kebijakan rencana pembangunan lima tahun (Repelita), termasuk rencana pembangunan hukum.
  5. Seingat saya Repelita ke-III mulai 1 April 1979: Amanat Pemerintah pada angka 8 adalah: Pemerataan memperoleh keadilan.
  6. Walaupun perjuangan Pak Harto dalam bidang memperoleh keadilan sudah dilakukan sejak tahun 1979, era Reformasi masih saja berjuang untuk memperoleh keadilan tersebut.
  7. Berturut-turut untuk melengkapi tercapainya tujuan Reformasi dalam penegakkan hukum, dibentuklah Undang-undang KKN, Undang-undang Tipikor, yang para penyidiknya diharapkan dapat menjadikan era Reformasi, era bebas korupsi.
  8. Belum lagi untuk lebih menuntaskan upaya pemberantasan korupsi, turut dibentuk Kompolnas, Komisi Yudisial, dan segala macam komisi pengawasan, yang nyatanya juga tidak berdaya memberantas korupsi.
  9. Media pun sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, dan pendukung utamanya adalah ICW, ICW yang diduga dibiayai oleh KPK dan sumbangan donasi luar negeri.
  10. Ketika di era kepemimpinan Antasari Azhar yang benar-benar hendak membuat pemerintahan bersih bebas korupsi melalui KPK yang dipimpinnya, justru ketika mempidanakan Aulia Pohan, besan Presiden SBY, Antasari dikriminalisasi melalui rekayasa dakwaan pembunuhan.
  11. Sebagai praktisi yang punya pengalaman membela perkara didalam dan di luar negeri, saya sangat yakin bahwa perkara rekayasa pembunuhan atas diri Antasari tidak lebih merupakan rekayasa atas dirinya.
  12. Kesaksian ahli forensik dokter Mun’im Idris, dapat menyimpulkan bahwa penembakan yang dituduhkan kepada Antasari adalah tidak terbukti.
  13. Persidangan menyebutkan adanya 3 peluru di tubuh korban Nasrudin Zulkarnaen, pada faktanya ditubuh Nasrudin hanya ada dua peluru.
  14. Belum lagi alat bukti lainnya, yang sempat dimintakan oleh Antasari kepada polisi ketika Antasari bebas. Bukti tersebut tak pernah dipertunjukkan baik di pengadilan maupun oleh penyidik polisi.
  15. Lebih aneh lagi karena dalam upaya PK-nya Antasari, turut mendukung upaya hukum Antasari adalah para keluarga Nasrudin Zulkarnaen.
  16. Bahkan ketika dr. forensik Mun’im bermaksud menjadi ahli Antasari di persidangan Peninjauan Kembali (PK), tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, dr. Mun’im Idris menghadap pencipta-Nya.
  17. Bahkan perjuangan Antasari mendapatkan keadilan, melalui kepolisian dipetieskan.
  18. Tanpa ragu Antasari menuduh keterlibatan SBY ketika SBY mengirim bos MNC, saudara Hary Tanoe untuk mengimbau Antasari agar tidak melanjutkan pemeriksaan korupsi Aulia Pohan.
  19. Gebrakan Antasari menghasilkan kasus dugaan korupsi Bibit-Chandra, yang berkas korupsinya berhasil dinyatakan lengkap alias P.21.
  20. Walaupun dari berkas perkara terbukti bahwa dugaan markus perkara saudara Ade Rahardja dan para penyidik lainnya yang diduga terima suap dari Anggodo dan Ari Muladi, mereka bebas disidik. Bukti terjadinya tebang pilih pemberantasan kasus korupsi.
  21. Sayangnya Bibit-Chandra yang sempat ditahan di Mako Brimob, menunggu perkara dilimpahkan ke pengadilan, batal diadili, karena Presiden SBY sendiri turun tangan, mendeponeer kasus korupsi tersebut.
  22. Yang ironis adalah Anggodo Widjojo dan Ari Muladi yang diperas penyidik KPK, justru harus dipenjarakan di Sukamiskin untuk waktu yang cukup lama.
  23. Mulai dari deponeer kasus korupsi Bibit-Chandra hamzah, sejak itu semua keluarga KPK yang terlibat pidana dideponeer perkaranya.
  24. Maraknya kasus tebang pilih KPK berada dibawah kekuasaan penyidik Novel Baswedan yang dijuluki sebagai kelompok penyidik Taliban.
  25. Kasus bailout Bank Century hanya berhenti dipemeriksaan Miranda Goeltom dan Budi Mulya dimana mereka bukan pemutus bailout.
  26. Boediono Gubernur Bank Indonesia bersama Menteri Keuangan selaku Ketua Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Komite yang mestinya punya wewenang mengambil putusan bailout hanya diperiksa sebagai saksi.
  27. Di era tersebut banyak terdakwa yang sama sekali tidak merugikan negara, dijerat dengan perkara korupsi, hanya karena kebijakan yang ditetapkan semasa menjabat sebagai gubernur atau bupati.
  28. Padahal ketika selesai masa jabatannya, DPRD selaku mitra, menyetujui kebijakan yang mereka buat. Misalnya dalam sangkaan kasus korupsi Abdullah Puteh mengenai penetapan gubernur dan para bupati yang setuju memakai uang negara, untuk pembelian helikopter. Pembelian helikopter mana, juga mendapat persetujuan dari ketua DPRD selaku mitra gubernur.
  29. Atau kebijakan detail engineering design bidang kelistrikan yang tak pernah terlaksana yang ditetapkan oleh Gubernur Papua Pak Barnabas Suebu.
  30. Untuk kasus tersebut semua anggota DPRD Papua memberi persetujuan terhadap kebijakan Pak Gubernur, termasuk hasil Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) yang menyatakan tidak adanya kerugian negara dalam kasus Gubernur Barnabas Suebu. Walaupun demikian tanpa bukti, Gubernur Barnabas Suebu tetap diadili.
  31. Perlindungan hukum terhadap oknum KPK yang terlibat pidana juga dapat dilihat sebagai contoh dalam kasus: deponeer kasus pidana Komisioner Abraham Samad, Bambang Widjojanto.
  32. Perintah pengadilan kepada jaksa agar kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan dilimpahkan, ternyata Jaksa Agung mengabaikan perintah pengadilan.
  33. Penetapan tersangka terhadap Prof. Denny Indrayana pun untuk kasus korupsi Payment Gateway dipetieskan.
  34. Belum lagi temuan panitia angket DPR-RI tahun 2018 terhadap KPK.
  35. Terbukti KPK yang diharapkan bersih, ternyata penuh cacat dan koruptif, mulai dari tindakan penyelidikan, penyidikan, penggelapan barang bukti yang tidak disimpan di rumah penyimpanan barang bukti, penyidikan tebang pilih, penyekapan saksi di safe house agar kesaksiannya mudah direkayasa oleh KPK untuk kepentingan KPK.
  36. Bahkan ada oknum penyidik yang jadi calo perkara, menghubungi para saksi dengan intimidasi perkaranya akan ditingkatkan, bila gagal memberi suap kepada penyidik KPK tersebut.
  37. Panglima kehancuran KPK terletak di putusan Hakim Agung Artidjo, yang putusannya tak pernah disertai pertimbangan hukum, sehingga mendatangkan kritik antara lain dari eks Ketua Mahkamah Konstitusi DR. Hamdan Zoelva, dan dari banyak pakar hukum lainnya.
  38. Dengan terbongkarnya kasus rekayasa korupsi eks Ketua Umum Partai Demokrat saudara Anas Urbaningrum terbukti betapa SBY sendiri dari Jeddah, Arab Saudi menelepon petinggi KPK, mengapa kasus Anas Urbaningrum belum ditingkatkan ke penyidikan?.
  39. Padahal dari satu surat SBY yang diduga dialamatkan kepada Bendahara Demokrat saudara M. Nasaruddin, dengan jelas SBY didalam suratnya menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa intervensi siapapun juga.
  40. Lalu bagaimana dengan korupsi proyek Hambalang, yang berhenti di tengah jalan, dimana beberapa saksi kunci mati tanpa sebab yang jelas?.
  41. Ketika pemerintah mensahkan Revisi Undang-undang KPK, dengan mewajibkan bahwa penyidik KPK harus dites ulang sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara), resistensi datang dari kelompok Novel Baswedan, karena dengan revisi tersebut, posisi Novel Baswedan sebagai raja-raja kecil di KPK, dibatasi bahkan dipangkas.
  42. Masa jaya Novel Baswedan terjadi ketika Saut Situmorang, Laode Muhammad  Syarif selaku pimpinan Komisioner KPK  dan Hakim Agung Artidjo berkuasa.
  43. Semua penetapan tersangka oleh Novel Baswedan dibenarkan mereka dan hasil penyidikan Novel Baswedan dihukum berat oleh Hakim Agung Artidjo, tanpa pertimbangan hukum didalam putusannya.
  44. Semua usaha membatalkan revisi KPK yang dimotori Novel Baswedan gagal total baik di tingkat non litigasi, maupun melalui pengadilan.
  45. Terbukti betapa berkuasanya Novel Baswedan sehingga mati-matian Novel Baswedan, berjuang menggagalkan berlakunya revisi undang-undang tersebut.
  46. Saya masih dapat menyaksikan sumpah Bapak Presiden dan Wakil Presiden untuk taat UUD 45 dan semua undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sumpah inipun tentu berlaku bagi para menteri tanpa kecuali.
  47. Ternyata dalam kasus Jiwasraya yang menelan korban lebih 5 juta pemegang polis asuransi Protection Plan Jiwasraya, putusan pengadilan pun diabaikan baik oleh Jiwasraya maupun oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
  48. Data ini saya peroleh ketika saya membentuk Posko Perlindungan Hukum Korban penipuan Jiwasraya.
  49. Sudah kurang lebih 100 pemegang polis meninggal dunia tanpa kesempatan mengecap dana pensiun mereka, di usia mereka yang telah uzur.
  50. Lalu bagaimana mungkin segenap perjanjian business yang dilakukan oleh perusahaan yang bernaung di bawah BUMN dapat dipercaya, kalau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, diabaikan oleh menteri?.
  51. Dalam perjanjian perjanjian business Internasional, umumnya pihak asing, karena tidak percaya kepada hukum Indonesia, mereka memilih penyelesaian sengketa di forum arbitrase internasional.
  52. Bahkan keterlibatan bank, perusahaan asuransi misalnya dalam perjnjian pinjam meminjam, yang memakai banker’s clause, bank dan asuransi yang jasanya digunakan, pasti bukan bank-bank Indonesia, apalagi asuransi Indonesia.
  53. Benar dan masihkah Indonesia Negara Hukum?.
  54. Ketika Kejaksaan Agung mengumumkan terjadinya mega korupsi di tubuh Jiwasraya, jutaan nasabah pensiunan yang berasal dari perusahaan negara yang bernaung dibawah BUMN kehilangan hak pensiunnya. Sebut saja misalnya Perusahaan Penerbangan Garuda, Pupuk Kaltim dan lain sebagainya.
  55. Untuk menenangkan kepanikan para pemegang polis protection plan,pada mulanya Jiwasraya melalui penasehat hukumnya menempuh jalan mediasi, ditahap mana Jiwasraya menjanjikan bahwa para pemegang polis, pasti akan memperoleh haknya.
  56. Rupanya taktik mediasi Jiwasraya digunakan untuk merancang perjanjian Restrukturisasi.
  57. Mengapa saya katakan perjanjian sepihak?. Restrukturisasi adalah perjanjian para pihak, antara Jiwasraya dan pemegang polis protection plan.
  58. Ternyata para pemegang polis tidak diberi hak untuk merobah syarat-syarat perjanjian. Bila menolak para pemegang polis diancam akan kehilangan haknya.
  59. Saya termasuk salah satu korban yang diperlakukan demikian oleh IFG.
  60. Bahkan syarat yang harus dipatuhi adalah pemegang polis dibayar hanya sebesar maksimum 60 persen dari kewajiban pokok yang menjadi beban Jiwasraya. Pembayaran 60 persen tanpa bunga pun dilakukan Jiwasraya secara mencicil selama 5 tahun.
  61. Jutaan pemegang polis menolak perjanjian restrukturisasi. Sebagian memilih jalur pengadilan, karena percaya bahwa putusan pengadilan lebih ampuh untuk mendapatkan hak hak para pemegang polis protection plan
  62. Perintah Ketua DPD kepada Pemerintah / Jiwasraya agar para korban dibayar sama sekali tidak digubris Jiwasraya ataupun Menteri BUMN Erick Thohir.
  63. Anehnya, mengapa korban para nasabah Asabri tidak dikenakan restrukturisasi?.
  64. Padahal Kejaksaan Agung bukan saja membongkar korupsi Jiwasraya, tetapi juga Asabri?.
  65. Yang saya tak habis pikir adalah bahwa Erick Thohir yang tamatan sekolah di Amerika Serikat, mestinya memahami apa arti putusan pengadilan atau apa arti perintah pengadilan. Apalagi sebagai pengusaha yang selalu menjunjung tinggi etika / integritas sebagai seorang pengusaha.
  66. Apa kalau Erick Thohir ditipu oleh rekan dagangnya, membiarkan terjadinya penipuan terhadap dirinya?.
  67. Putusan akhir pengadilan pun menolak rancangan sepihak restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya. Pengadilan mendasarkan putusannya kepada perjanjian protection plan semula, yang ditawarkan oleh Jiwasraya.
  68. Ternyata untuk menghindari eksekusi perintah pengadilan, selama dalam proses perkara, Jiwasraya secara licik, memindahkan aset-asetnya ke Indonesia Finance Group (IFG) semata-mata agar eksekusi putusan pengadilan tak dapat dilaksanakan.
  69. Semua tipu muslihat Jiwasraya tersebut diketahui oleh Menteri Erick Thohir yang seharusnya melaksanakan perintah pengadilan, karena dalam proses aanmaning (peringatan putusan pengadilan) kuasa hukum Menteri hadir dalam sidang aanmaning.
  70. Contoh kasus Jiwasraya yang menelan korban jutaan orang adalah gambaran mengenai penegakkan hukum yang carut marut.
  71. Saya khawatir kalau seandainya Erick Thohir yang lagi mengkampanyekan dirinya untuk menjadi Presiden di tahun 2024, bila Erick Thohir jadi Presiden, NKRI yang basisnya adalah negara hukum, pasti berobah jadi negara kekuasaan yang otoriter.
  72. Saya menamakan kejahatan Jiwasraya yang menimpa para korban pemegang polis Protection Plan, adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sengaja dirancang oleh para penjahat berdasi, untuk merampok uang rakyat.
  73. Yang terlibat bukan saja para Direksi Jiwasraya, tetapi juga diduga IFG dan Menteri Erick Thohir yang turut melindungi Jiwasraya, dan membenarkan rancangan diberlakukannya restrukturisasi sepihak.
  74. Keprihatinan Bapak Presiden terhadap carut marutnya penegakkan hukum dapat dilihat ketika Bapak Presiden di bulan Oktober 2022, melalui protokal ketat, memanggil seluruh petinggi polisi dari pelosok-pelosok Indonesia, untuk menghadap di Istana.
  75. Di saat itu Bapak Presiden menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja kepolisian yang korup.
  76. Bila menyaksikan kasus Ferdi Sambo, akan kembali terlihat betapa oknum-oknum polisi karena kekuasaannya dapat menghimpun kekayaan yang luar biasa, mulai dari setoran bawahan, setoran para penjudi, bandar-bandar narkoba, perlindungan kepada kelompok mafia peradilan, rekayasa penyidikan, penggelapan barang bukti dan lain sebagainya.
  77. Walaupun hanya mungkin segelintir oknum polisi yang bermain, kesan masyarakat terhadap kinerja kepolisian, harus ditanggapi.
  78. Pameo yang berlaku di masyarakat adalah laporan kehilangan kambing, menyebabkan kerugian seekor kerbau.
  79. Bukan saja kepolisian yang disorot masyarakat, pengadilan pun tak luput dari pemeriksaan Komisi Yudisial, atas peristiwa kasus korupsi yang melibatkan oknum hakim agung, panitera perantara kasus, bahkan pengacara.
  80. Padahal adalah Kejaksaan yang menyatakan bahwa berkas dugaan pembunuhan Novel Baswedan telah lengkap alias P.21.
  81. Peristiwa pembangkangan ini adalah sejarah hitam penegakkan hukum oleh kejaksaan. Kejaksaan Agung telah membebaskan Novel Baswedan.
  82. Mengapa saya mengatakan demikian?: Karena pihak kejaksaan sendiri yang melimpahkan berkas perkara dugaan pembunuhan Novel Baswedan ke pengadilan.
  83. Sangkaan masyarakat: ketakutan Jaksa Agung melimpahkan perkara dugaan pembunuhan Novel Baswedan adalah karena diduga Novel Baswedan menyimpan banyak rahasia dugaan korupsinya kejaksaan.
  84. Yang pasti semua praktisi hukum tidak membenarkan pembangkangan Jaksa Agung terhadap kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan. Bagaimana kalau seandainya yang dibunuh anak kandung Jaksa Agung sendiri?.
  85. Kilas balik ini saya rangkum sebagai praktisi, khusus ketika saya “dikerjain” KPK, melalui uang THR yang diberikan oleh anak buah saya, diluar pengetahuan saya.
  86. OTT pada tanggal 9 Juli 2015 terjadi di Pengadilan Medan di saat saya membela perkara di Pengadilan Negeri Denpasar. Tanpa surat panggilan saya di “OTT” di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2022. Dimajukan ke pengadilan tanpa barang bukti uang suap.
  87. Bahkan pemberian uang THR tersebut terjadi disaat saya banding karena kalah perkara. Suap kepada hakim untuk memenangkan perkara. Bukan untuk perkara yang kalah.
  88. Saya sempat sebagai ketua klinik hukum Sukamiskin, membuat penelitian terhadap rekan senasib mengenai peradilan sesat, hasil penelitian mana saya bukukan di bawah judul “Peradilan Sesat”, termasuk buku buku saya mengenai KPK dengan judul “KPK Bukan Malaikat”.
  89. Tidak mudah untuk memberi masukan mengenai penegakkan hukum yang carut marut menimbang bahwa baik polisi, kejaksaan, pengadilan yang dikritik akan membawa akibat bahwa sang pengkritik akan di-blacklist oleh mereka. Itulah budaya si pemegang kekuasaan yang peka terhadap kritik.
Baca Juga :  Dugaan Proyek "Dagelan" Intelijen di Kejaksaan Agung

Semoga kilas balik perkembangan hukum Indonesia mendapat perhatian para pemerhati hukum.

Baca Juga :  Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi

Tulisan saya ini saya alamatkan khusus kepada para korban peradilan sesat, antara lain saudara Indar Atmanto dalam kasus Telekomunikasi Broadband Indonesia, saudara Surya Dharma Ali, laporan BPK kerugian negara nihil, Miranda Swaray Goeltom, Hotasi Nababan, Jero Wacik, Budi Mulya, Irma Gusman, Barnabas Suebu, sahabatku Anas Urbaningrum dan banyak lagi korban-korban peradilan sesat.

Hormat saya.

Prof. Otto Cornelis kaligis.

Pewarta: Dewi

Berita Terkait

Membongkar Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejaksaan Agung
Keterpilihan Pimpinan KPK Gambaran Buruk Independensi Penegakan Hukum
Publik Meragukan Proyek Intelijen Kejagung
Dugaan Proyek “Dagelan” Intelijen di Kejaksaan Agung
Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi
Miris…!!!, Kantor Pemenang Tender Ratusan Miliar Kejagung Tak Punya Karyawan
Netralitas Pemerintah Pada Pilkada 2024 di Jawa Tengah
LQ: Jangan Jadikan Drs. Hijanto Fanardy Menjadi Pengemis Keadilan
Berita ini 26 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 22 November 2024 - 22:49 WIB

Membongkar Dugaan Korupsi Alat Intelijen di Kejaksaan Agung

Jumat, 22 November 2024 - 09:03 WIB

Keterpilihan Pimpinan KPK Gambaran Buruk Independensi Penegakan Hukum

Jumat, 22 November 2024 - 08:33 WIB

Publik Meragukan Proyek Intelijen Kejagung

Kamis, 21 November 2024 - 09:55 WIB

Dugaan Proyek “Dagelan” Intelijen di Kejaksaan Agung

Rabu, 20 November 2024 - 08:16 WIB

Modus Proyek PL, Celah Oknum Petinggi Kejagung Untuk Korupsi

Berita Terbaru

Duet Heri Koswara-Sholihin di Pilkada Kota Bekasi 2024

Seputar Bekasi

Diterpa Isue Miring Tak Pengaruhi Elektabilitas Heri Koswara-Sholihin

Sabtu, 23 Nov 2024 - 21:35 WIB

Foto: Heri Koswara & Sholihin

Seputar Bekasi

Jelang Pencoblosan, Elektabilitas Heri Koswara-Sholihin Terus Meroket

Sabtu, 23 Nov 2024 - 20:37 WIB

Foto: Saat Petugas Kepolisian Melakukan Olah TKP di Lokasi Kejadian di Depan Gedung PWI Bekasi Raya

Seputar Bekasi

Ini kata Terduga Pelaku Penganiaya Wartawan di Depan Gedung PWI Bekasi

Sabtu, 23 Nov 2024 - 14:49 WIB