BERITA JAKARTA – Terdakwa Muhammad Bilal dan Eko Agus Budianto keduanya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Administrasi Jakarta Utara, terpaksa harus duduk dikursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (6/10/2022).
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Aloysius Priharnoto Bayuaji, kedua terdakwa PNS BPN Kota Administasi Jakarta Utara itu, disidang bersama terdakwa Aspah Supriadi (swasta) yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Ketiga terdakwa itu, diduga terlibat mafia tanah pemalsuan dokumen kepengurusan sertifikat tanah. Kedua terdakwa, Muhammad Bilal dan Eko Agus Budianto, merupakan Petugas dan Panitia program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) BPN Kota Administrasi, Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketiganya pun, sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yerick, terdakwa dijerat dengan Pasal 263 jo Pasal 55 KUHP, tentang Pemalsuan dengan bersama sama. Saksi yang diperiksa merupakan saksi – saksi dari JPU yang ada dalam Berita Acara Penyidikan (BAP).
Dalam persidangan, JPU menghadirkan 6 orang saksi yakni, saksi Inah, Muhammad Arifin, Darwanto, Mahmun, Tamin, Syarifuddin. Dalam keterangan para saksi menyampaikan saksi tidak melihat petugas BPN datang ke lokasi untuk melakukan pengukuran peta lokasi tanah.
Menurut keterangan saksi, tanah yang di klaim terdakwa Aspah merupakan tanah milik Waluyo yang dibeli seharga Rp2 miliar dari Main bin Senen yaitu orang tua dari saksi Inah dan kakek saksi, M. Arifin. Saksi mengaku, bahwa tanah seluas kurang lebih 1.760 M2 itu dibeli sekitar tahun 2000.
Dalam keterangannya, saksi Inah mengatakan, saat ini fisik tanah atau lokasi tanah dikuasai Waluyo yang tadinya mengontrak dilahan tersebut dari Sarwoko. Lalu, Waluyo, membelinya sekitar tahun 2017 ditandatangani dihadapan Notaris diatas alas hak Girik No. 307.
Menurut saksi Inah, hasil penjualan tanah tersebut sudah dibagi bagi ke 4 saudaranya yakni, Main, Manah, Inah dan Sanan. Menyikapi keterangan saksi – saksi, apakah ada yang salah atau tidak benar, ketiga terdakwa, Muhammad Bilal, Eko dan Aspah tidak menanggapinya.
Jalannya persidangan, Majelis Hakim sempat menegor keras kepada terdakwa Aspah Supriadi dan keluarganya. Teguran itu, lantaran terdakwa dan keluarganya tidak menghargai jalannya persidangan seperti, para pengunjung sidang dengan seenaknya mengangkat kaki.
Selain itu, istri terdakwa Aspah Supriadi dengan sesukanya mengantar botol kemasan yang diduga berisi air minum ke kursi terdakwa saat persidangan pemeriksaan saksi berlangsung, sehingga sontak pimpinan sidang memberikan teguran keras.
“Saudara terdakwa tidak bisa sesukanya dalam persidangan ini. Hukum acara persidangan mengatur jalannya persidangan, tidak boleh makan minum dalam persidangan. Kalau saudara sakit bilang kepada Majelis biar ditunda sidangnya,” pungkas Ketua Majelis Hakim, Aloysius. (Dewi)