BERITA JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pimpinan, R. Bernadette Samosir, SH, MH dikejutkan dengan pengakuan saksi Tuti Yakobus dalam perkara pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan kredit rekening koran di 14 bank.
Pasalnya, saksi mencabut semua isi keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di hadapan Majelis Hakim. Dalam perkara ini, kerugian pihak bank mencapai Rp14 triliun rupiah.
Pembobolan dengan nilai fantastis itu dilakukan lembaga pembiayaan kredit, PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) yang merupakan induk dari PT. Colombia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dihadapan Majelis Hakim, Tuti mantan kasir PT. SNP tidak merasa memberikan berita acara pemeriksaan atau BAP di Bareskrim Mabes Polri, terkait keterangannya soal aliran dana Rp2,8 triliun.
“Saya tidak merasa yang mulia memberikan keterangan seperti itu dalam BAP di Bareskrim Mabes Polri,” elak Tuti, Kamis (19/8/2021) sore.
Mendengar itu, Hakim. R Bernadette Samosir menanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing kuasa hukum enam terdakwa dan saksi Tuti guna memperlihatkan BAP miliknya.
“Ini (menunjukan isi BAP) paraf saudara?,” tegasnya. “Itu bukan paraf saya yang mulia,” bantah Tuti dihadapan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan para Kuasa Hukum.
Bahkan, saat Hakim R. Bernadette mengultimatum akan mengkonfrontir keterangan Tuti dengan penyidik Bareskrim, dia siap dengan segala konsekuensinya.
“Apakah saudara siapa dengan segala resikonya jika kami memanggil penyidik yang membuat BAP saudara?. Ia menjawab “Silahkan yang mulia saya siap dengan segala resikonya,” jawabnya.
Sebab menurut Tuti saat proses pembuatan BAP, dilakukan dengan tanya jawab. Dan isi keterangannya dalam BAP perempuan berusia 53 tahun mengaku tidak membacanya.
“Saya tidak membaca isi BAP, tetapi saya tanda tangan lembar terakhir yang mulia,” terang Tuti menjelaskan dihadapan Majelis Hakim.
Sebagai informasi saat berlangsungny persidangan duduk sebagai terdakwa, Christian D Sasmita, Anita Susanto, Sie Ling, Wahyu Handoko dan Budi Purwanto.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Duduk perkara
Kasus ini berawal saat PT. SNP mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan kredit rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016-September 2017.
Plafon kredit yang diajukan sebesar Rp425 miliar dengan jaminan daftar piutang pembiayaan konsumen Columbia. Pada Mei 2018, terjadi kredit macet sebesar Rp141 miliar.
Kemudian pada Mei 2018, terjadi kredit macet sebesar Rp141 miliar. List piutang pembiayaan pun ternyata fiktif, sehingga tidak bisa ditagih, dan para tersangka sampai saat ini tidak dapat menunjukkan dokumen kontrak pembiayaan yang dijadikan jaminan.
Tak hanya Bank Panin yang menjadi korban. PT SNP juga mengajukan kredit serupa kepada 13 bank lainnya yang terdiri atas beberapa Bank BUMN dan swasta dengan total kerugian atas pengucuran fasilitas kredit tersebut mencapai Rp14 triliun. (Sofyan)