BERITA JEMBER – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jentera, Yamini yang menjadi kuasa hukum korban pencabulan yang dilakukan oknum dosen Universitas Jember Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, RH, butuh beberapa elemen dan pihak-pihak strategis agar kasus dapat terselesaikan dengan baik.
Kepada Matafakta.com, Yamini mengatakan, berdasarkan pengalaman selama mendampingi korban kekerasan seksual atau pencabulan yang dilakukan oleh keluarga sendiri sering terjadi intervensi antar anggota keluarga yang akhirnya menimbulkan kemandekan kasus yang berakhir tidak terpenuhinya hak-hak korban.
“Kami mau agar kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan hak-hak korban apalagi sebagai seorang anak terpenuhi,” terangnya, Kamis (8/4/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, sambung Yamini, kalau dari sisi tuntutan orang tua korban, tentunya menginginkan pelaku mendapatkan ancaman hukuman sepantasnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami selaku pihak kuasa hukum menggunakan asas lex specialis derogat legi generali yaitu, aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum. Jadi kami, menggunakan UU No. 35 Tahun 2014, tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak dari pada menggunakan KUHP,” jelasnya.
Dikatakan Yamini, ancaman hukuman yang akan diterima pelaku paling lama 20 tahun penjara. Terkait pasal apa yang akan dikenakan kepada pelaku apabila menggunakan Undang-Undang (UU) No. 35 Tahun 2014, tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 diantaranya, Pasal 76E.
“Pasal 76E yang berbunyi “setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memukul, melakukan tipu muslihat, melakukan serangakaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,” jelasnya.
Yamini melanjutkan, dalam pasal tersebut dikatakan dengan jelas mengenai larangan dalam melakukan perbuatan cabul, larangan ini berlaku bagi siapapun dan apabila dilanggar maka akan berakibat pidana.
“Ancaman lain bagi perbuatan ini juga termaktub dalam Pasal 82 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp1 miliar,” ungkapnya.
Tak hanya sampai disitu, ayat (2) dalam pasal yang sama yaitu Pasal 82 menyebutkan, ada pidana pemberat apabila tindak pidana yang dimaksud ayat (1) itu dilakukan orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan atau dilakukan lebih dari satu orang secara bersama-sama pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana.
“Jadi ancaman hukuman paling berat ialah 15 tahun Pasal 82 ayat (1) ditambah sepertiga dari ancaman pidana Pasal 82 ayat (2) diakibatkan, karena pelaku mempunyai hubungan keluarga dengan korban yaitu total 20 tahun penjara,” tandasnya.
Sementara itu, Sholehati dari PPT Jember menambahkan bahwa kejadian ini merupakan preseden buruk selain kepada UNEJ selaku institusi akademik, juga Jember yang menyandang sebagai Kabupaten Ramah Anak.
IR selaku ibu korban, Yamini sebagai kuasa hukum dari LBH Jentera dan Sholehati sebagai Perwakilan dari PPT Jember, sepakat akan mengawal kasus ini hingga tuntas serta akan menggandeng beberapa elemen lain dalam upaya penghapusan kekerasan seksual dan penegakan hukum yang adil berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya akan terus kuat dalam kasus yang menimpa anak saya, yang buat saya tak habis fikir itu adalah RH sudah berani berbuat tindakan yang buruk kepada keponakannya sendiri, apalagi dengan orang lain, seperti pesan dari korban sendiri di ig storynya kalau kita mengalami kasus kekerasan seksual jangan takut untuk speak up, jadi mari kita saling menguatkan,” pungkas IR. (Indra)