BERITA JAKARTA – Kapolri Idam Azis perlu mengevaluasi sikap prilaku dan kinerja para Kapolda dan Kapolresnya agar benar – benar promoter, sehingga kerusuhan dan kekacauan di AS tidak terjadi di Indonesia. Hal tersebut, ditegaskan Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane, Jumat (5/6/2020).
Neta menilai, apa yang terjadi di AS, berpotensi juga terjadi di Indonesia saat ini. Kekacauan yang terjadi di AS adalah akibat sikap anggota polisi yang mengedepankan arogansi. Kematian warga kulit hitam George Floyd di Minneapolis AS, akibat ulah anggota polisi yang semena mena dan tidak mengindahkan Hak Asasi Manusia (HAM).
Di Indonesia, sambung, Neta, sikap polisi yang semena mena, arogan, melakukan krimialisasi, berpihak, tidak peka dan mencederai rasa keadilan masyarakat sudah menjadi rahasia umum yang sering terjadi. Berbagai keluhan yang disampaikan masyarakat ke IPW, terutama dari daerah yang kemudian disampaikan ke elit – elite kepolisian sering kali tidak cepat disikapi secara promoter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Padahal, sikap seperti ini bisa menjadi api dalam sekam yang memicu kekacauan seperti yang terjadi di tahun 1998,” terangnya.
Diungkapkan Neta, aksi teroris yang membuat terbunuhnya anggota polisi di sebuah Polsek di Kalimantan Selatan menunjukkan betapa tidak promoterya Polri. Anggota polisi saja bisa terbunuh di kantornya, lantas apa yang bisa diharapkan masyarakat dari polisi dalam menjaga keamanan publik.
“Ironisnya, dalam kasus ini hanya Kapolresnya yang dicopot, sementara kapoldanya tidak tersentuh hukuman. Padahal, peristiwa itu terjadi akibat tidak berjalannya sistem deteksi dini dan lemahnya kinerja intelijen yang dibangun Kapolda hingga teroris bisa mengobok obok kantor polisi,” jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Neta, sudah saatnya Kapolri mengevaluasi sikap prilaku dan kinerja para Kapolda dan kapolresnya. Kapolda dan Kapolres yang mengkriminalisasi hak – hak ulayat atau mengkriminalisasi pengusaha lokal dengan tujuan tertentu atau diperalat pihak tertentu untuk mencederai rasa keadilan publik atau tidak becus bekerja secara promoter harus dicopot dari jabatannya.
“Masukan ke dalam “kotak” dan “kotaknya digembok tiga”. Sebab polisi seperti itu tidak pantas menjadi pimpinan kepolisian dan hanya akan menjadi benalu buat masyarakat maupun Polri,” sindirnya.
Neta menambahkan, terjadinya krisis ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 harus diwaspadai Polri. Sebab krisis ini bisa menjadi krisis sosial dan politik. Jika dalam multi krisis ini jajaran Polri tidak promoter dan lebih mengedepankan arogansi, seperti apa yang dialami Goerge Floyd, bukan mustahil kekacauan seperti di AS akan terjadi di Indonesia.
“Jika dalam multi krisis ini jajaran Polri tidak promoter dan lebih mengedepankan arogansi, bisa terjadi di Indonesia. Apalagi persoalan di Indonesia sangat kompleks dan pelik,” pungkas Neta. (Usan)