BERITA BEKASI – Peraturan dan perundang undangan yang ada atau regulasi yang sudah diatur dalam tatanan kepemerintahan hanya sebatas selogan atau layanan bibir (lip service) bagi Biro Hukum Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Hal itu, dikatakan Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Bekasi (FKMPB), Eko Setiawan menyoroti polemik yang belakangan riuh di Pemerintahan Desa (Pemdes) Sumberjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Bagi mereka hukum itu milik pejabat dan dimanfaatkan juga untuk para pejabatnya. Inilah yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Bekasi dibawah kepemimpinan Pj. Bupati Bekasi, Dedi Supriyadi,” terang Eko, Selasa (22/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kaitan itu, kata Eko tentu tidak bisa dipungkiri atau dibantah berdasarkan fakta yang terjadi di Desa Sumberjaya, dimana kesalahan administrasi dan regulasi terkait penggantian Pj Kepala Desa (Kades) Sumberjaya seolah malah dilindungi Pj Bupati Bekasi, Dedy Supriyadi.
“Pj Bupati Bekasi seolah-olah sedang menggunakan kaca mata hitam dan handset seperti tidak mendengar dan melihat kejadian atau perkembangan yang ada dibawah kepemimpinannya, terkait kekacauan yang terjadi di Desa Sumberjaya,” ulasnya.
Parahnya lagi, sambung Eko, apa yang terjadi di Desa Sumberjaya, bukanya hanya sebatas dugaan pelanggaran aturan dan regulasi terkait penggantian Pj Kades Sumberjaya, tapi dugaan aroma korupsi dalam pengelolaan Dana Desa pun menjadi awal polemik.
“Sebagai pemimpin yang bersih yang bener-benar ingin membangun Kabupaten Bekasi lebih baik jauh dari prilaku koruptif dari para pejabatnya seharusnya, Pj Bupati Bekasi, Dedy Supriyadi peka ketika mendengar ada masalah dibawahnya, terutama beraroma korupsi,” ujarnya.
Eko melanjutkan, kehadiran FKMPB dua kali ke Biro Hukum Kabupaten Bekasi menjadi tonggak ketidak beresan administrasi dan regulasi seperti yang disampaikan Kabag Biro Hukum saat pertama bertemu bahwa mereka tidak mengetahui dasar pemberhentian Pj Sofyan Hakim.
“Karena tidak adanya bukti laporan yang dilapirkan apa kesalahan Pj Kades Sumberjaya Sofyan Hakim yang mendadak digantikan Pj. Sumardi. Bahkan Kabag Biro Hukum sempat menyarankan agar Pj Sofyan menjabat sampai terpilih Kades definitif,” jelas Eko.
Dari pernyataan itu, lanjut Eko, sudah dapat dipahami bahwa dasar pemberhentian Pj Sofyan Hakim diduga cacat hukum dan diperkosa namun tidak ada rasa malu dan bersalah, karena regulasi penandatanganan tersebut prosenya melalui Biro Hukum, baru Bupati yang menandatangani.
“Seolah malah lempar batu ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa atau DPMD katanya sebagai Dinas yang punya kewenangan. Inilah polemik yang membuat FKMPB semakin kencang. Kan Kabag Hukum tahu aturan dan regulasi,” tegasnya.
“Atas pertemuan dan komunikasi dengan Kabag Hukum, saya pun menduga kalau tidak terima upeti kenapa Biro Hukum sadar dan tahu salah, bukan memperbaiki tetapi seolah ikut menutupi dan melempar permasalahan ke DPMD?,” tambahnya.
Masih kata Eko, Kabag Hukum harusnya melaporkan ke Bupati Bekasi, Dedy Supriyadi atas perkembangan adanya kesalahan, bukan malah dibalikan ke DPMD. Jadi wajar jika pihaknya FKMPB menduga ada permainan yang menyangkut isi tas sehingga saling lempar masalah.
“Kedepan gimana Kabupaten Bekasi mau benar kalau sistem atau aturan regulasinya dirusak para pejabatnya?. Hal itupun tidak menjadi perhatian serius bagi Dedy Supriyadi yang saat ini menjabat sebagai Pj Bupati Bekasi,” tuturnya.
Sebenarnya, tambah Eko, mau dibawa kemana masyarakat Kabupaten Bekasi oleh para pejabatnya? Apakah tugas Pj Bupati Bekasi dan teamnya hanya melakukan mutasi dan rotasi agar ada upeti atau memang ingin membenahi Kabupaten Bekasi?
“Pantas aja setiap pejabat Bupati selalu berfikirnya akan rotasi mutasi demi kepentingan kelompok, sehingga saat menjabat jadi Pj Bupati, bukan niat tulus membenahi, tapi yang dipirkan adalah kesempatan meski harus menabrak aturan dan peraturan,” pungkasnya. (Hasrul)