BERITA BEKASI – Himbauan larangan melakukan rotasi atau mutasi jabatan 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kepada Kepala Daerah se-Indonesia tampaknya, tidak berlaku bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Jawa Barat.
Hal itu dikatakan Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Bekasi (FKMPB), Eko Setiawan menyikapi polemik pemberhentian atau pergantian jabatan Pj Kepala Desa (Kades) Sumberjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
“Himbauan itukan tujuannya untuk menjaga kondusifitas ditengah masyarakat juga target untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pemilih. Bukan malah buat gaduh dibawah,” tegas Eko kepada Matafakta.com, Rabu (16/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu, kata Eko, sesuai maksud dari Undang-Undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor: 15 Tahun 2017, tentang himbauan larangan untuk melakukan rotasi atau mutasi jabatan 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon.
“Sangat disayangkan sekali menjelang acara pelantikan Presiden kita pak Prabowo Subianto pada tanggal 20 Oktober 2024 besok dan Pilkada Kabupaten Bekasi 2024 khususnya diwilayah Desa Sumberjaya, Tambun Selatan malah gaduh,” jelas Eko.
Kegembiraan itu, sambung Eko, khususnya di masyarakat Desa Sumberjaya dalam menyambut pesta demokrasi baik Pemilu yang sudah menghasilkan pemimpin baru dan menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, terpenggal.
“Kegembiraan masyarakat Desa Sumberjaya itu dipenggal oleh kepentingan-kepentingan melalui tangan besi, dimana di Kabupaten Bekasi tidak bisa lagi mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengangkangi UU,” imbuhnya.
Kaitan persoalan, lanjut Eko, jabatan Pj Kades Sumberjaya yang menimpa Sofyan Hakim, sangat jelas disinyalir dilakukan secara berjama’ah dan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan DPMD, Biro Hukum dan Pj Kabupaten Bekasi.
“Luar biasa pemberhentian jabatan Pj Kades Sumberjaya Sofyan Hakim tanpa melalui regulasi. Prosesnya pun dihari libur 3 hari itu juga tanpa membuat Laporan Pertanggungjawaban atau LPJ layaknya pergantian pejabat. Ala manajemen warung kopi,” sindir Eko.
Sebab, sambung Eko, kewenangan pergantian Pj Kepala Desa atas usulan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) ke Biro Hukum baru ke Bupati Kabupaten Bekasi. Sementara, Biro Hukum sendiri mengaku, tidak mengetahui dasar pemberhentian Pj Sofyan Hakim.
“Dengan fakta itu, boleh dong kami FKMPB menyimpulkan atau patut diduga adanya permainan isi tas atau unsur kesengajaan yang dilakukan para oknum pejabat kotor di Pemerintahan Kabupaten Bekasi yang dipimpin Pj Dedy Supriyadi untuk menutupi sesuatu di Desa Sumberjaya,” ulasnya.
Masih kata Eko, jadi jelas dalam hal ini Biro Hukum Kabupaten Bekasi sengaja melanggar kesalahan regulasi untuk kepentingan semata. Artinya, Biro Hukum yang katanya tahu dan memahami aturan malah ikut menyalah gunakan wewenang dan jabatannya.
“Bila tidak melakukan kesalahan, kenapa Biro Hukum saat ditemui FKMPB 2 kali tidak segera memperbaiki dan melaporkan ke Bupati. Dan bila melaporkan kenapa hingga saat ini tidak ada kepastian pernyataan Biro Hukum secara resmi,” tegas Eko lagi.
Atau, kata Eko, Biro Hukum Pemerintah Kabupaten Bekasi, bekerja sama dengan DPMD untuk melindungi dugaan korupsi yang telah terjadi di Desa Sumberjaya dalam pengelolaan Dana Desa (DD) yang nilainya cukup fantastis.
“Hal besar harusnya di kecilkan dan hal kecil dihilangkan, bukan malah sengaja mengulur waktu dan memperuncing keadaan, sehingga meluas. Coba itu rekening koran keuangan Desa Sumberjaya bocor pasti akan lebih riuh lagi,” sindir Eko.
Dari 2 kali pertemuan, tambah Eko, dengan Kabag Hukum sampai detik ini belum ada itikad baik dari Biro Hukum dan Pj Bupati Kabupaten Bekasi, sehingga adanya dugaan kepentingan kelompok dan golongan yang berkaitan dengan isi tas semakin kuat.
“Biro Hukumlah tonggak semua kehancuran administrasi dan regulasi yang ada dan terjadi di Kabupaten Bekasi,” pungkas Eko. (Hasrul)