BERITA JAKARTA – Sidang perkara penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat dengan terdakwa Profesor Marthen Napang berlangsung panas di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024) siang.
Pasalnya, Ketua Majelis Hakim, Buyung Dwikora sempat mengancam akan mengeluarkan kuasa hukum terdakwa Marthen Napang dari ruang persidangan.
Peristiwa itu terjadi tatkala kuasa hukum Marthen Napang mengajukan pertanyaan diluar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Suwarti yakni soal perkara penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau pertanyaan anda (kuasa hukum terdakwa Marthen Napang) di luar konteks perkara, silahkan keluar saja. Pertanyaan harus relevan dengan perkaranya. Anda sebagai kuasa hukum terdakwa harus bisa membuktikan terdakwa tidak bersalah, bukan mempersalahkan saksi,” ucap Hakim Buyung mengingatkan.
Sebab, beberapa kali Advokat Mardani Napang yang juga anak dari terdakwa Marthen Napang kerap menyudutkan saksi korban Jhon Palinggi, dengan mengungkit perkara pidana Marthem Napang yang sudah divonis di PN Makassar.
Perlu diketahui, terdakwa Mathen Napang terbukti bersalah dan divonis 6 bulan penjara dalam perkara laporan palsu.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Eddy dengan Anggota Majelis Hakim Ir. Abdul Rahman Karim dan Alexander Jakob Tetelepta pada sidang putusan di PN Makassar, Rabu (7/2/2024).
Kembali ke persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa 10 September 2024, pengacara Mardani coba mengulik surat saksi korban John Palinggi yang ditujukan kepada Rektor Universitas Hasanuddin Makassar yang isinya mempertanyakan terdakwa yang konon mengajar di Unhas.
“Saya memang menyurati Rektor Unhas karena saya dengar dia (terdakwa Marthen Napang), adalah dosen sekaligus Aparatur Sipil Negara atau ASN yang mengajar di Unhas. Itu saya lakukan karena sudah tidak bisa lagi menghubungi terdakwa,” beber John Palinggi.
Kuasa hukum terdakwa juga dipersoalkan e-mail terdakwa Marthen Napang terkait putusan Kasasi yang dikirimkan ke saksi korban John Palinggi.
“Apakah saudara saksi sudah mempertanyakan ke provider internet bahwa apalah e-mail tersebut benar dari terdakwa?” tanya salah seorang kuasa hukum.
Atas pertanyaan kuasa hukum Marthen tersebut, saksi John Palinggi balik bertanya, “Apa urgensinya saya harus bertanya soal itu ke provider? Dan lagi, saya tidak punya kompetensi untuk mengeceknya,” jawab Jhon Palinggi.
John Palinggi pun membeberkan bahwa Mardani Napang pernah meminta dirinya untuk mencabut perkaranya dengan kompensasi akan diberikan Rp2 miliar. Namun, John menolak dan memilih perkaranya diteruskan ke Pengadilan.
Untuk menguatkan dakwaan, JPU Suwarti menunjukan barang bukti berupa transaksi Perbankan antara terdakwa dengan Sadudin, salah satu pihak di Kendari yang rekeningnya digunakan terdakwa untuk menerima transferan dari John Palinggi, sebagai operasional dan fee pengacara karena terdakwa mengurus perkara Kasasi, Aki Setiawan.
“Saya hanya ingin membuktikan bahwa antara terdakwa dengan Sadudin saling kenal. Buktinya, pernah ada transfer uang dari terdakwa kepada Sadudin,” tutur JPU Suwarti.
Dari catatan rekening koran Sadudin itu, diketahui bahwa uang yang masuk selalu diteruskan ke sejumlah pihak. (Sofyan)