BERITA JAKARTA – Sikap tegas Jaksa Agung ST. Baharuddin yang mencopot jabatan oknum Jaksa yang berdinas di Kejari Batu Bara, Sumatra Utara, terkait dugaan pemerasan terhadap keluarga pelaku narkoba sepertinya tidak berlaku bagi oknum penegak hukum di Kejati DKI Jakarta.
Pasalnya, ancaman mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun), akan mempidanakan para oknum Jaksa yang bermain perkara ibarat “masuk kuping kanan, keluar kuping kiri”.
Padahal, patut diduga oknum Jaksa yang berdinas di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI hingga berita ini ditayangkan, tidak menindaklanjuti pengusutan tiga perkara korupsi sejak tahun 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus pertama adalah dugaan korupsi ekspor minyak goreng (migor) melalui Pelabuhan Tanjung Priok periode 2021-2022 PT. Amin Jaya (AMJ) bersama-sama dengan PT. NLT dan PT. PDM.
Kemudian kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) namun hingga kini penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati DKI belum juga menemukan terduga pelakunya.
Padahal, penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta menyebut telah menemukan bukti dugaan praktik korupsi dan pemerasan di Kesekretariatan Jenderal Kemenkumham 2020-2021.
Terakhir kasus korupsi dugaan mafia tanah aset milik PT. Pertamina di Kejati DKI yang hingga kini belum mengerucut untuk menemukan para pihak yang bertanggungjawab. Padahal penyidik Pidsus telah menaikan status tersebut ke tahap penyidikan sejak Jumat 1 April 2022 silam.
Selain itu, keberadaan barang bukti 1.835 karton minyak goreng kemasan merek BIMOLI yang diamankan di Jakarta International Container Terminal (JICT) I Pelabuhan Tanjung Priok dari PT. AMJ sebelum akan diekspor ke Hong Kong hingga kini belum diketahui.
Pasalnya, penyidik Kejati DKI Jakarta sampai saat ini belum menjelaskan ihwal barang bukti dimaksud. Termasuk keberadaan dimana barang bukti ribuan karton minyak goreng tersebut dan menjadi buah bibir masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum dari Universitas Trisakti Dr. Abdul Fickar Hadjar mengatakan, masyarakat dapat mengajukan upaya hukum Praperadilan melalui LSM, terutama Indonesia Corruption Watch (ICW).
“Karena penegak hukum sekarang itu jika tidak dituntut dan diviralkan akan cuek saja. Sementara jika lapor keatasannya termasuk kepada Jaksa Agung belum tentu bahkan jarang ditanggapi serius,” sindir Fickar.
Bahkan Majelis Wali Amanat Universitas Trisakti itu menyarankan, jika terlihat ada korupsi didalam penanganan kasus itu viralkan dan bawa lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar diproses korupsinya.
“Jika terlihat ada korupsi didalam penanganan kasus itu viralkan dan bawa lapor ke KPK agar diproses korupsinya,” pungkas Fickar. (Sofyan)