BERITA JAKARTA – Meski berjalan lamban penyidikan kasus mafia tanah korupsi pengadaan tanah di Cipayung oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta, terus berjalan.
Pasalnya, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menahan makelar tanah berinisial J. Penahanan terhadap J tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: PRINT-2663/M.1/Fd.1/10/2022.
“Tersangka J ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung terhitung mulai 19 Oktober 2022 sampai dengan 07 Nopember 2022,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati DKI, Ade Sofyansah, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/10/2022) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, kasus mafia tanah ini bemula pada tahun 2018 lalu, dimana Distamhut DKI Jakarta tengah melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur atas 8 pemilik lahan guna kepentingan pengembangan RTH DKI Jakarta.
Namun dalam pelaksanaannya kegiatan pembebasan lahan yang berlokasi di RT008 RW03 Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, terlaksana karena diduga dilakukan secara melawan hukum.
“Dalam proses pembebasan lahan itu diduga melibatkan tersangka J, LD, MTT dan tersangka HH. Sehingga lahan yang berlokasi di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan oleh Distamhut Jakarta,” terang Ade.
Ade juga mengungkapkan, keempat tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Ironisnya, pemilik tanah hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1,6 juta per meter. Padahal harga yang dibayarkan dari pihak Distamhut DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp 2,7 juta per meter.
“Jadi jumlah uang yang dibayarkan pihak Distamhut Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp46.499.550.000. Namun, jumlah uang yang diterima pemilik lahan hanya Rp28.729.340.317. Sehingga terjadi kelebihan jumlah bayar sebesar Rp17.770.209.683 yang kemudian dinikmati oleh para tersangka itu,” ungkap Ade.
Diungkapkan juga, bahwa pembayaran tersebut dilakukan dalam bulan Agustus 2018 silam. Artinya, atas pencairan dana itu, para tersangka dinilai telah menerima keuntungan yang tidak sah.
Selain itu, lanjut Ade, dalam proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dinilai juga melanggar Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017, tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
“Atas perbuatan tersangka J disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Ade. (Sofyan)