BERITA JAKARTA – Lambannya proses penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Susun (Rusun) Cengkareng, Jakarta Barat oleh penegak hukum berimplikasi pada tidak adanya kepastian hukum, sehingga berpotensi merugikan para pencari keadilan.
Kabar teranyar, pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, telah menggugurkan penetapan tersangka oleh penyidik Bareskrim atas nama, Rudy Hartono Iskandar.
“Penetapan tersangka atas diri pemohon tidak sah,” kata Hakim Tunggal, Asmudi di PN Jakarta Barat, Rabu (13/7/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Asmudi, penetapan tersangka mendahului hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Audit BPKP, sambung Asmudi, selesai pada 3 Juni 2022, sedangkan Rudy ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Januari 2022.
“Dengan hasil kerugian negara sebesar Rp649 miliar dan baru dilanjutkan kepada termohon tertanggal 3 Juni 2022,” ucap Asmudi.
Majelis Hakim juga mengabulkan permohonan gugatan Praperadilan Rudy terkait penetapan tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Status tersangka tersebut juga gugur, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap,” ujar Asmudi.
Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana, Dr. Abdul Fickar Hadjar mengatakan, apabila penyidik Polri sudah tidak dapat mengembangkan penyidikannya maka penyidik menyatakan bahwa penyidikan sudah optimal.
Selanjutnya, kata Fickar, Penuntut Umum menggunakan mekanisme dalam Undang-Undang Kejaksaan Pasal 30 ayat (1) huruf d yaitu melakukan pemeriksaan tambahan.
“Kejaksaan sebagai Penuntut Umum boleh melakukan penyidikan tambahan untuk memperkuat pembuatan dakwaan,” ujarnya, Sabtu (23/7/2022).
Dia menuturkan, hubungan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum sangat penting karena akan berdampak pada penanganan perkara pidana itu sendiri khususnya pada tahap prapenuntutan.
“Untuk itu perlu dibangun system integrasi antara penyidik dan Penuntut Umum pada tahap Prapenuntutan,” imbuh Fickar kerap disapa.
Hal serupa juga dikemukakan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Prof. Dr. Mudzakkir mengemukakan, berdasarkan hasil kajian publik dan investigasi publik dalam kasus korupsi lahan di Cengkareng sudah cukup bukti dan mudah pembuktiannya.
“Intinya lahan milik Pemda DKI dibeli lagi dengan anggaran Pemprov, seolah-olah menjadi lahan milik orang lain. Jika dugaan tersebut lebih mudah,” ungkapnya.
Lantas Mudzakkir pun mempertanyakan sikap Penuntut Umum yang enggan menerima hasil penyidikan Bareskrim Polri.
“Jadi penyidik polisi letak kesulitannya dimana? Saya setuju jika penyidikannya diambil alih oleh Jaksa atau oleh KPK,” tegasnya.
Berhembus kabar dugaan proses penanganan kasus korupsi pengadaan lahan Rusun Cengkareng, diera Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok lantaran ada “udang dibalik batu”, sehingga ada kesan kasus dimaksud harus “bulak balik” dari penyidik kepada Penuntut Umum tanpa kepastian hukum hingga saat ini. (Sofyan)